Sukabumi Update

Larangan Ambil Rumput dan Penutupan Jalan Petani di Sukabumi, Apa yang Terjadi?

SUKABUMIUPDATE.com - Petani di area sekitar HGU Perkebunan Cikapundung, PT Harjasari, Desa/Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat memprotes larangan mengambil rumput dan penutupan akses pertanian oleh pihak perusahaan.

Sebelumnya, para petani kerap mengambil rumput untuk ternak domba. Namun setelah ada plang larangan tersebut, para petani itu tak boleh lagi memasuki kawasan tersebut.

Pada plang yang terdapat logo salah satu universitas ternama itu tertulis larangan memasuki lahan percobaan dan larangan mengambil rumput dan atau tanaman lain. Plang juga ditandatangani Manajer SDM dan Eksternal PT MAP, Buldan Abdulah. 

"Plang larangan terpasang empat hari yang lalu, alasannya tidak tahu pasti lahan tersebut mau dijadikan apa. Tertulis lahan percobaan, tapi tidak tahu percobaan apa," ucap salah satu petani yang meminta namanya tak disebutkan kepada sukabumiupdate.com, Kamis (11/2/2021) lalu.

Baca Juga :

Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Sukabumi, Rozak Daud menilai pemasangan plang larangan itu sebagai bentuk perampasan ruang lingkungan hidup, dan sering terjadi di pedesaan terutama di perkebunan.

"Hal ini akan memicu konflik agraria yang sering menimpa para petani di desa. Lahan yang seharusnya menjadi kehidupan justru menjadi komoditas," kata Rozak.

Tindakan perusahaan semacam ini, kata Rozak, melarang aktivitas rakyat di kawasan perkebunan adalah bentuk penggusuran dan intimidasi psikologis dari koorporasi kepada petani. Larangan yang dipasang oleh perusahaan tersebut adalah bentuk intimidasi sepihak dan mengabaikan nasib dan hak hidup masyarakat lokal.

"Maka kami mengutuk keras apa yang dilakukan oleh perusahaan yang melarang segala aktivitas rakyat dalam mencari penghidupan dikawasan perkebunan. Ketika mengambil rumput saja dilarang, ini pelanggran hak hidup dan secara etika bertentangan dengan kearifan lokal, karena mengambil rumput itu kebiasaan untuk mencari makanan ternak," lanjutnya.

"Mengambil rumput untuk makanan ternak saja sudah dilarang, apalagi untuk kehidupan orang per orang. Kalau seperti ini apa fungsi hadirnya perusahaan untuk masyarakat? Apalagi dalam Papan larangan tersebut ada nama salah satu perguruan tinggi ternama. Kami melihat praktik seperti ini adalah perilaku warisan penjajahan yang masih dipelihara," tegasnya. 

Baca Juga :

Menurut Rozak, perusahaan seakan tidak tersentuh negara. Ia menegaskan pemerintah harus serius menyikapi persoalan ini dan harus tegas memberikan hak-hak warga kawasan perkebunan.

"Seperti pemberdayaan dan harus dicek kewajiban plasma yang menjadi perusahaan sesuai UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dilakukan atau tidak? Jangan hak perusahaan saja yang dikedepankan sementara kewajiban diabaikan," kata Rozak. 

Sementara itu saat dikonfirmasi, Humas PT HAP Buldan Abdullah melalui sambungan telepon mengatakan bahwa lahan tersebut digunakan sebagai percobaan tanaman jahe. "Itu kerjasama antara PT HAP dengan IPB," ucapnya kepada sukabumiupdate.com, Senin (15/2/2021).

Mengenai papan larangan, kata Buldan, itu sifatnya sementara. Di lokasi itu nanti ada tanaman buat pakan sapi. Jadi warga akan diberitahukan terlebih dahulu mana yang boleh diambil, dan tidak boleh diambil. "Kalau ada warga yang memerlukan, bisa untuk mengambilnya, namun harus dipilih terlebih dulu," bebernya. 

"Terkait jalan, sebenarnya itu bukan pemangkasan. Selama ini warga melintas ditengah perkebunan. Pihak perusahaan akan memindahkannya  ke pinggir. Di belakang perkebunan ada 14 rumah, akses jalan selama ini di tengah perkebunan. Nah kami memindahkannya ke pinggir," pungkas Buldan.

Ingat Pesan Ibu: Wajib 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas serta aktivitas di luar rumah). Redaksi sukabumiupdate.com mengajak seluruh pembaca untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di setiap kegiatan.

Editor : Herlan Heryadie

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI