Sukabumi Update

Komentar Pekerja Sukabumi Soal Nasib Partai Buruh yang Baru Dideklarasikan

SUKABUMIUPDATE.com - Sejumlah elemen serikat pekerja di Sukabumi angkat suara soal dideklarasikannya kembali Partai Buruh di Jakarta pada Selasa, 5 Oktober 2021. Seperti diketahui, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI Said Iqbal didapuk memimpin partai yang pertama kali didirikan Muchtar Pakpahan pada 2003 tersebut.

Ketua Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau PC FSP TSK-SPSI Kabupaten Sukabumi Mochamad Popon mengatakan, meski dirinya bukan bagian dari pendukung berdirinya Partai Buruh, namun ia tetap berharap partai ini mampu menjadi alternatif baru bagi kaum buruh di Indonesia.

"Tentu saya ucapkan selamat atas berdiri dan dilangsungkannya Kongres Partai Buruh. Semoga partai tersebut menjadi gerbong politik baru yang bisa memperjuangkan nasib kaum buruh di Indonesia," kata Popon yang kini juga menjabat Sekretaris Umum Pimpinan Pusat FSP TSK-SPSI, Rabu, 6 Oktober 2021.

Popon mengatakan, Partai Buruh harus mampu memperkuat posisi tawar politik kaum pekerja di parlemen. Pasalnya, daya tawar yang baik dari partai tersebut, akan berperan signifikan terhadap pengambilan kebijakan di parlemen, khususnya proses legislasi yang berkaitan dengan pengaturan kepentingan kaum buruh atau pekerja di Indonesia.

Disinggung apakah ia yakin Partai Buruh bisa menjadi gerbong politik yang mampu mempersatukan kaum buruh sehingga memperkuat posisinya di parlemen, Popon mengaku kurang mempercayai hal tersebut. "Secara pribadi saya kurang percaya, buruh atau bahkan gerakan buruh Indonesia bisa disatukan dalam satu gerbong atau kekuatan politik semisal partai politik," ujarnya.

Sebab, Popon menilai secara faktual saat ini, gerakan buruh di Indonesia masih terpecah-pecah. Ia mencotohkan saat kasus perjuangan menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. "Bahkan terjebak dalam pro kontra yang ditimbulkannya sendiri dan tidak sedikit pula, baik diam-diam maupun terbuka, mendukung Omnibus Law," kata dia.

Jika kasus penolakan Omnibus Law dianggap bias, Popon memberi contoh lain keterpecahbelahan kaum buruh saat menolak lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. "Dan semuanya berakhir tanpa ada kejelasan. Bahkan sempat juga dibawa dalam isu kampanye presiden, tapi berujung tidak bermanfaat," ucap Popon.

Hal lain yang memperkuat komentar Popon soal sulitnya mempersatukan kekuatan dan suara kaum buruh dalam satu kekuatan partai politik adalah sangat jelas gerakan kaum buruh di Indonesia bukanlah gerakan ideologis dan cenderung pragmatis untuk mengangkat isu tertentu.

Bahkan Popon menyebut dalam momentum pemilihan kepala daerah/presiden atau legislatif, tidak sedikit gerakan pekerja yang justru menunjukkan sikap partisan mendukung calon, yang secara ideologis tidak ada hubungannya dengan perjuangan kaum buruh.

"Fakta lainnya, para aktivis buruh sudah banyak tersebar atau bergabung ke berbagai partai politik, baik yang masuk parlemen maupun yang tidak masuk," kata Popon menjelaskan.

Popon menegaskan, eksistensi Partai Buruh akan sangat tergantung pada kemampuannya mengorganisir kekuatan serikat pekerja dan komitmennya untuk konsisten menjaga keberpihakan pada kepentingan serta perjuangan kaum buruh.

"Jika hanya memposisikan diri sebagai gerakan partisipan untuk mendukung kekuatan politik yang sudah ada atau hanya untuk kepentingan mendukung calon presiden tahun 2024, apalagi yang tidak mencerminkan aspirasi atau kepentingan kaum buruh, maka nasib Partai Buruh ini tidak akan jauh beda dengan nasib partai pekerja atau partai buruh yang sudah ikut dalam pemilu sebelumnya, yang hanya bisa lahir dan berdiri, lalu setelahnya tenggelam dan tidak jelas kabarnya," ujar dia.

photoPresiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI Said Iqbal terpilih menjadi Presiden Partai Buruh. - (Istimewa)

Baca Juga :

Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gabungan Serikat Buruh Indonesia atau DPC GSBI Kabupaten Sukabumi Dadeng Nazarudin menyebut, secara kelembagaan, organisasinya belum pernah membicarakan pendirian Partai Buruh. Kendati begitu, Dadeng menilai secara konstitusional siapa pun berhak mendirikan atau bergabung dengan partai politik.

"Lahirnya Partai Buruh yang digagas para aktivis buruh adalah akibat dari tidak percayanya buruh terhadap partai-partai yang ada sekarang, khususnya soal keberpihakan partai terhadap nasib pekerja di Indonesia," kata Dadeng.

Keberadaaan Partai Buruh, sambung dia, harus mampu memberi kejelasan keberpihakan terhadap kaum buruh. "Bukan soal kepentingan pribadi atau golongan yang haus kekuasaan. Tapi memang benar-benar demi perjuangan kesejahteraan buruh dan keluarganya," ucap dia.

Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang F HUKATAN Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia atau KSBSI Sukabumi Nendar Supriyatna menyebut dideklarasikannya kembali Partai Buruh bukan sesuatu yang luar biasa. Sebab menurut dia, dalam kancah politik saat ini, serikat buruh harus bisa mengukur diri dan tidak terlena dengan jumlah buruh di Indonesia yang berada di angka kurang lebih 128 juta orang.

"Coba kita analisis lagi, saat Labour Party di Inggris, Australia, Austria, dan New Zeland didirikan, jumlah buruh yang menjadi anggota serikat buruh (trade union density) sudah 35 persen dari keseluruhan buruh nasional," katanya. "Bandingkan dengan Indonesia yang hanya 2,7 juta atau 2 persen dari total buruh."

Data tersebut, sambung Nendar, menjadi parameter penting karena buruh sebagai basis potensi pemilih partai politik. "Untuk angka threshold partai politik saja jumlah 2,7 juta ini tidak cukup. Padahal belum tentu semua memilih Partai Buruh," ungkapnya. "Kita harus akui dari rentang zaman Partai Buruh terakhir hingga hari ini, jumlah serikat buruh itu bertambah tapi jumlah keanggotaannya menurun," imbuh dia.

Belum lagi Nendar pun menyinggung tidak sedikit para aktivis buruh yang telah terjun ke berbagai partai politik bahkan duduk di parlemen yang belum tentu bersedia pindah partai politik. "Secara umum belum terlihat akankah cerah atau tidak masa depan partai ini. Namun sudah bisa dipastikan tantangannya akan sangat berbeda karena Partai Buruh pernah hadir di Indonesia," pungkasnya.

Seperti diketahui, Said Iqbal terpilih sebagai Presiden Partai Buruh periode 2021-2026. Sebelas elemen buruh turut bergabung mendeklarasikan kembali partai tersebut. Mereka ialah pengurus Partai Buruh yang lama; KSPI; Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia atau KSBSI; Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia atau FSPMI; Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau KSPSI; Serikat Petani Indonesia atau SPI.

Kemudian Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia atau KPBI; Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi, dan Umum atau FSP KEP; Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi atau FSP Farkes; Forum Pendidik dan Tenaga Honorer Swasta Indonesia atau FPTHSI; dan Gerakan Perempuan Indonesia atau GPI.

Dalam struktur kepengurusan, ada nama Agus Supriyadi (Wakil Presiden), Ferri Nuzarli (Sekretaris Jenderal), Luthano Budyanto (Bendahara Umum), Sonny Pudjisasono (Ketua Badan Pendiri), Agus Ruli Ardiansyah (Ketua Majelis Nasional), dan Riden Hatam Azis (Ketua Mahkamah Partai). Iqbal mengatakan ada pula para ketua bidang, sekretaris, dan deputi, tetapi belum merinci nama-nama mereka. Ia menyebut akan ada 20 ketua bidang, seperti badan pemenangan pemilu, ideologi, kaderisasi, dan sebagainya.

Menurut Iqbal, struktur kepengurusan Partai Buruh akan terus dilengkapi hingga tingkat kecamatan. Ia mengeklaim saat ini struktur kepengurusan partai sudah tersebar di 34 provinsi, 409 kabupaten/kota, dan 1.500 kecamatan.

Iqbal mengatakan struktur kepengurusan ini bakal segera didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM dalam satu hingga dua pekan mendatang. Dia berharap Kementerian Hukum bakal mengesahkan struktur kepengurusan Partai Buruh yang baru ini. "Nanti kami daftarkan ke Kemenkumham kalau sudah selesai data akta notaris," kata Iqbal.

Editor : Oksa Bachtiar Camsyah

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI