Sukabumi Update

Darul Haqmal, Ponpes di Pesisir Palabuhanratu Sukabumi yang Rangkul Anak Jalanan

SUKABUMIUPDATE.com - Pondok pesantren Darul Haqmal bukan pesantren biasa, sebab merangkul anak jalanan untuk menjadi santri. Tak sedikit juga mantan pecandu narkoba yang menimba ilmu agama di ponpes yang berada di kaki Bukit Senyum, daerah pesisir Pantai Selatan Kabupaten Sukabumi.

Ponpes yang berada di Kampung Talun Kiarapayung, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu ini didirikan sejak 2015 oleh KH. Asep Saprudin. Di area ponpes ini terdapat masjid yang didesain terbuka dindingnya kemudian kamar santri dan ruangan lainnya. Suasananya teduh karena berada diantara perbukitan yang ditumbuhi pepohonan. 

Menurut Asep, ponpes ini berdiri atas dorongan kepedulian terhadap anak jalanan di Sukabumi, yang konsep awalnya hanya berupa sebuah sanggar kegiatan edukasi yang ingin meningkatkan talenta seperti menyanyi dan lain sebagainya. 

"Sebetulnya kami pemerhati anak jalanan sejak tahun 2011, di tahun tersebut kami melihat banyak sekali anak-anak di usia belajar berada di terminal di dermaga dan lain sebagainya, dari situ kami coba tampung di sebuah kontrakan, kami bentuk dalam sebuah sanggar waktu itu, namun ternyata metode tersebut tidak signifikan terhadap perkembangan anak-anak," tuturnya pada sukabumiupdate.com, belum lama ini.

photoKH. Asep Saprudin pendiri pondok pesantren Darul Haqmal. - (Istimewa)</span

Melihat perkembangan yang kurang signifikan, Asep mencari metode lain yaitu ponpes. Dia berharap pembinaan anak-anak akan lebih efektif jika melalui pendekatan keagamaan.

Ponpes tersebut ternyata efektif terhadap peningkatan perkembangan anak-anak binaannya. Mereka dapat lebih mudah kembali kedalam kehidupan masyarakat. 

"Kami mencoba untuk mengurusi segala legalitasnya dan Alhamdulillah sampai saat ini, ponpes Darul Haqmal pernah mendapat perhatian khusus dari Kemenaker sehingga ponpes ini mendapat bantuan balai latihan kerja khusus tekstil sehingga anak-anak tidak hanya mengaji, tapi juga dibekali life skill, sehingga anak-anak tersebut dapat bersaing di dunia pekerjaan," tuturnya.

Mengenai jumlah santri, Asep mengungkapkan sangat fluktuatif. Terkadang pesantren ini bisa menampung santri hingga puluhan bahkan ratusan, namun juga terkadang jumlahnya bisa sangat sedikit.

“Jumlah santri di sini sifatnya fluktuatif, kadang banyak, kadang juga sedikit, tetapi yang pasti para santri di sini jumlahnya tidak kurang dari 25 orang. Untuk lama menetap paling sebentar itu kisaran satu hingga dua tahun yang terlama sampai tiga tahun," kata Asep.

Salah satu hal yang membuat jumlah santri fluktuatif salah satunya orang yang sudah berkeluarga. "Seperti eks Narkoba dan residivis, jadi rata-rata mereka sudah punya keluarga, paling minimalnya tiga bulan di sin. Selama tiga bulan itu kami coba untuk memberikan pemahaman tentang keagamaan," ujar Asep.

Para santri ponpes Darul Haqmal tak hanya berasal dari Sukabumi, ada juga dari luar daerah seperti Ahmad Trisutisno (28 Tahun) warga Kabupaten Ciamis.

Ahmad awalnya adalah seorang pegawai di perusahaan developer perumahan dan kontraktor di Ciamis. Namun dia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan menjadi santri di ponpes setelah dirinya didera putus asa.

"Alasan saya ingin nyantri adalah terdorong pertanyaan yang sering muncul yaitu buat apa saya hidup di dunia ini? intinya saya kehilangan kepercayaan diri juga kehilangan keyakinan bahwa saya tuh hidup di dunia ini tujuannya buat apa. Maka dari itu saya memilih masuk pesantren untuk mencari tahu dan menggali tentang agama dan akhirnya sampailah saya di pesantren ini," jelasnya.

"Setelah setahun nyantri disini, ternyata saya menemukan jawaban atas pertanyaan saya, jawaban yang paling utama adalah rasa syukur, bahwa selama ini saya kurang mensyukuri nikmat dari yang maha kuasa," tuturnya.

Ahmad yang sudah setahun menjadi santri di ponpes tersebut merasakan banyak hal yang berharga dalam hidup.

“Setelah nyantri, waktu saya lebih luang. Ketika saya kerja, waktu tuh cuma ada dua,bangun kerja, habis kerja pulang ke rumah dan tidur. Tapi setelah saya setahun Disini ternyata waktu itu ada lima, bangun subuh, lanjut zuhur, ashar, magrib, dan isya, kegiatan saya terasa lebih produktif," ungkapnya.

Ahmad menuturkan pesantren Darul Haqmal tidak pernah membedakan latar belakang sosial ekonomi, bahkan usia.

Ahmad berharap, pesantren Darul Haqmal bisa tetap konsisten, eksis dan bisa menjadi wadah bagi para orang-orang yang kekurangan tentang pendalaman agama, tanpa memandang latar belakang apapun.

"Secara pribadi saya akan tetap berada di sini untuk beberapa bulan kedepan, hingga nanti saya pulang ke Ciamis, bisa menjadi pribadi yang lebih baik," pungkasnya.

REPORTER: CRP 3

Editor : Andri Somantri

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI