Sukabumi Update

Rupiah Anjlok Hampir 16 Ribu per USD, Beras hingga Bawang Putih Bakal Makin Mahal

(Foto Ilustrasi) IKAPPI merespons kabar nilai tukar (kurs) rupiah yang anjlok dan kini hampir mendekati Rp 16.000 terhadap dolar AS. | Foto: Freepik

SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri merespons kabar nilai tukar (kurs) rupiah yang anjlok dan kini hampir mendekati Rp 16.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS). “Tentu akan berpengaruh pada harga pangan,” ujar Mansuri dikutip dari tempo.co, Rabu, 25 Oktober 2023.

Mansuri mengatakan beberapa komoditas impor akan terkena dampak dari pelemahan kurs rupiah. “Beberapa komoditas yang kita impor, seperti bawang putih, beras, jagung, kedelai, itu akan berefek juga pada harga pakan ayam, juga telur. Jadi beberapa komoditas itu yang kita yakini akan tinggi harganya,” tuturnya.

Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan. Oleh sebab itu, menurut dia, perlu segera ada perbaikan serta optimalisasi sentra-sentra, baik itu di sektor pertanian, perternakan, maupun perikanan. “Tentu tantangan dalam negeri kita adalah menjawab persoalan-persoalan komoditas pangan,” katanya.

Adapun pada penutupan perdagangan Selasa kemarin, mata uang rupiah menguat sebesar 85 poin atau 0,53 persen menjadi Rp 15.848 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp 15.934 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Selasa turut menguat ke posisi Rp 15.869 dari sebelumnya Rp 15.943 per dolar AS.

Baca Juga: Melemah, Hari Ini Rupiah Hampir Tembus Rp 16 Ribu per Dolar AS

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan ketahanan pangan merupakan prioritas utama pemerintah. Pemerintah terus berupaya melakukan swasembada pangan dengan mendorong peningkatan produktivitas pangan serta mengendalikan dan menjaga stabilitas harga pangan.

"Ketahanan pangan merupakan prioritas utama pemerintah. Agar Indonesia bisa swasembada pangan, diperlukan proses yang panjang. Pemerintah harus hadir untuk mendukung produktivitas petani dengan menyediakan peralatan, bibit, pupuk, serta irigasi," kata Zulhas dalam keterangan tertulis.

Di saat pemerintah berupaya mengendalikan stabilitas harga pangan untuk melindungi kesejahteraan petani dan menjaga daya beli masyarakat, dunia tengah menghadapi situasi yang tidak mudah karena ada perang Rusia-Ukraina yang diperparah dengan kondisi di Gaza, juga ada perubahan iklim seperti El Nino. Akibatnya, sebagian besar wilayah Indonesia dilanda kekeringan yang turut mempengaruhi harga beras dan harga barang pokok lainnya.

"Bukan hanya kita tapi seluruh dunia. Akibat ini semua, terjadi kenaikan harga energi, menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat, dan melemahnya rupiah menaikkan harga-harga pangan. Untuk itu, perlu kebersamaan, perlu langkah nyata," kata Mendag.

Data Badan Pusat Statistik menyebutkan dari 25 jenis bahan makanan, beras merupakan salah satu bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat. Komoditas ini memiliki kontribusi paling besar terhadap inflasi bahan makanan (volatile food) yaitu sebesar 3,33 persen sehingga fluktuasi harganya dapat mempengaruhi target inflasi nasional.

Saat ini, rata-rata harga beras nasional, baik medium maupun premium cenderung mengalami kenaikan. Pemerintah telah mengambil tiga langkah merespons kenaikan harga beras tersebut.

Pertama, menyalurkan bantuan pangan beras sebesar 640 ribu ton dalam tiga bulan kepada 21,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Kedua, penggandaan penyaluran Operasi Pasar beras ke pasar dengan memastikan pelaksanaan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras secara kontinu dan merata di seluruh Indonesia.

Ketiga, memenuhi pasokan beras SPHP di pasar retail modern dan pasar tradisional.Terakhir, membanjiri Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) agar sampai ke tangan konsumen dengan melibatkan pengawasan Satuan Tugas Pangan dan Kepolisian.

Sumber: Tempo.co

Editor : Oksa Bachtiar Camsyah

Tags :
BERITA TERKAIT