Sukabumi Update

Permintaan Mainan Seks Meningkat di Tengah Pandemi, Kok Bisa?

SUKABUMIUPDATE.com - Pandemi yang berkepanjangan telah banyak mengubah cara hidup manusia. Kita tidak lagi bebas bertatap muka dan berinteraksi tanpa menjaga jarak dan memakai masker. Kita pun tidak bisa bepergian tanpa menerapkan protokol kesehatan. Bahkan dalam urusan hubungan intim, mainan seks dianggap menjadi pilihan sebagian orang di tengah wabah Virus Corona ini.

Tim dokter di rumah sakit Shangqiu China bahkan telah melakukan penelitian terhadap 38 pasien pria di rumah sakit tersebut yang positif Covid-19. Para peneliti menemukan 6 orang yang memiliki SARS-CoV-2 dalam cairan sperma mereka. Jurnal penelitian ini diterbitkan pada Mei 2020 di JAMA Network Open. Penelitian ini juga menyebut bahwa Virus Corona telah terdeteksi dalam sampel tinja, saluran pencernaan, air liur, dan urin.

Meskipun belum dapat dibuktikan bahwa keberadaan SARS-CoV-2 di cairan sperma ini berpotensi menular melalui hubungan intim, namun hubungan seks menimbulkan risiko terkena droplet menjadi meningkat, karena mustahil seseorang berhubungan intim dengan jarak 2 meter dari pasangannya.

Berangkat dari kondisi itulah sejumlah kebijakan baru soal seks diterapkan di berbagai negara.

Beberapa kota di Amerika Serikat, seperti New York dan Los Angeles kini telah melarang kontak seksual dari lingkaran yang berbeda. Sementara di Inggris, pasangan yang tinggal terpisah diwajibkan memilih untuk tetap terpisah dalam rentang waktu yang lama atau segera pindah secara permanen.

Namun kebijakan tersebut berbeda dengan aturan di negara kincir angin Belanda. Negara ini tetap mengizinkan warganya memiliki pasangan seks di luar lingkaran dekat. Tetapi, Dutch National Institute for Public Health and the Environment (RIVM) memberi dua syarat, yakni harus terbebas virus dan membuat pembatasan kontak dengan orang lain demi meminimalisasi risiko penularan.

Tapi entah berasal dari lingkaran kecil atau besar, tidak ada yang dapat menjamin pasangan Anda benar-benar sehat. Anjuran pembatasan hubungan intim dari berbagai negara ini kemudian berdampak pada kenaikan permintaan mainan seks selama pandemi. Meskipun sebelumnya bisnis ini memang telah memiliki pangsa pasar sendiri.

Melansir dari Forbes, kecenderungan publik terhadap pasar mainan seks selama pandemi ini tergambar dalam survei anonim produsen sex toys Tracy's Dog terhadap 877 orang yang berpartisipasi dalam survei tersebut. Dari 877 orang ini, 47 persen berasal dari Amerika Serikat, 32 persen dari Eropa, 13 persen dari Asia, dan 8 persen  dari Australia.

Dari responden survei, 62 persen mengatakan bahwa mereka sudah memiliki mainan seks dan dari yang tidak, yakni 57 persen, berencana membelinya selama masa karantina.

Sedangkan dari orang-orang yang menggunakan mainan seks, 62 persen di antaranya menyatakan bahwa mereka akan lebih sering menggunakannya.

Meningkat Drastis

Pasar bisnis mainan seks ini diperkirakan mencapai 23 persen dari total populasi orang dewasa di dunia. Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, saat seks mandiri dianggap paling aman di tengah pandemi, popularitas mainan ini kian melejit.

New York Times melaporkan bahwa penjualan online produsen mainan seks di Amerika Utara, Adam and Eve, meningkat 30 persen pada bulan Maret dan April 2020, jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Perusahaan besar lainnya, Wow Tech Group juga mencatat penjualan kedua jenama andalan mereka: We-Vibe and Womanizer meningkat 200 persen pada bulan April 2020 dibanding tahun sebelumnya. Sejumlah produk mainan seks dari Cotr Inc juga naik tiga kali lipat pada Maret 2020 dibanding periode sebelumnya.

Cerita yang sama juga terjadi di Selandia Baru. Ketika awal pandemi (April 2020) dan kuncitara diumumkan, permintaan mainan seks Adult Toy Megastore meningkat tiga kali lipat hanya dalam rentang waktu satu bulan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Melansir dari Tirto, pemilik distributor ragam "instrumen cinta", Gthingsst, Ida Swasti (26 tahun) mengatakan, penjualan produknya selama pandemi berada di posisi grafik yang stabil dan cenderung naik. Ia mengaku, konsumennya didominasi pasangan yang menjalin hubungan jarak jauh dan memanfaatkan "love instrument" sebagai media dalam beraktivitas seksual.

"Naik sekitar 50 persen," kata Ida pada 8 Januari 2021 lalu. Ida lebih nyaman menyebut produknya "love instrument" alih-alih mainan seks.

Gthingsst sendiri telah berdiri sejak tahun 2019. Hingga saat ini mereka memilih promosi lewat media sosial seperti Instagram dan Tokopedia sebagai media transaksi. Namun akses untuk kedua platform tersebut sengaja dibatasi hanya untuk usia di atas 21 tahun.

Di sisi lain, produk Gthingsst kebanyakan ditawarkan untuk wanita ketimbang laki-laki. Pasalnya, sambung Ida, area eksplorasi seksual lebih banyak berada pada wanita. Namun bila melihat demonstrasi produk yang ada pada akun mereka, ada sejumlah produk yang dapat digunakan secara berpasangan, tergantung eksplorasi pemakai.

Ida mengungkapkan, produknya dibanderol dari harga mulai Rp 250 ribu hingga Rp 3 juta. "Kita nggak buat sendiri, tapi ambil dari merek ternama di luar," kata Ida. Harga itu disebut sebanding dengan jaminan mutu produk Gthingsst yang terlisensi badan pengawas kesehatan seperti Food and Drug Administration (FDA), misalnya.

Editor : Oksa Bachtiar Camsyah

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI