Sukabumi Update

7 Alat Deteksi Tsunami Indonesia Mati, BRIN: Usia Tua dan Biaya Mahal

Ilustrasi. Tsunami, Pentingnya Alat Deteksi Bencana (Sumber : Unsplash.com)

SUKABUMIUPDATE.com - Sistem Peringatan Dini Tsunami dibutuhkan sebagai langkah deteksi awal sebelum bencana datang. Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami ini kemudian dikenal dengan nama TEWS atau Tsunami Early Warning System.

Pasalnya, bencana tsunami dapat menerjang dengan waktu kurang lebih 30 menit setelah gempa bumi terjadi. Sehingga, Alat Pendeteksi Tsunami menjadi kebutuhan karena Indonesia tergolong rawan bencana tsunami lokal, yang mana sebagian daerah pantainya dekat dengan sumber tsunami.

Baru-baru ini, tujuh alat pendeteksi tsunami (Ina-Buoy) milik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dikabarkan telah mati. Alat pendeteksi tsunami (Ina-Buoy) tersebut dipasang di beberapa titik lokasi rawan tsunami

Menurut BRIN, alat-alat tersebut mati karena usianya yang telah dua tahun serta disebabkan oleh biaya operasional yang cukup mahal, dilansir via setneg.go.id.

Baca Juga: Tiga Tersangka Kasus SPK Bodong Dinkes Resmi Ditahan Kejari Kabupaten Sukabumi

Lebih lanjut, Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin menanggapi hal tersebut dengan memberikan penekanan bahwa alat pendeteksi tsunami sangat penting sebagai upaya peringatan dini bencana tsunami.

“Saya kira alat-alat itu penting untuk diperbaiki ya, karena kita negara yang sering terjadi tsunami,” tegas Wapres saat memberikan keterangan persnya usai menyampaikan Kuliah Umum kepada Taruna Akademi Angkatan Laut (AAL) di Gedung Maspardi, AAL Surabaya, dikutip Jumat (10/2/2023).

Menyoal anggaran perbaikan alat pendeteksi tsunami Indonesia, Wapres RI menuturkan semestinya tidak menjadi masalah karena masih dapat dilakukan secara bertahap.

“Nah untuk anggaran itu kan tidak harus sekaligus,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Wapres, bagaimana pun alat pendeteksi tsunami harus tetap ada agar dapat berfungsi dengan baik.

“Penting peran alat-alat itu [sehingga] harus ada, paling tidak berfungsi untuk memberikan aba-aba [atau] peringatan dini,” pungkas Ma'ruf Amin.

Baca Juga: Kenal di Medsos, Gadis 14 Tahun di Sukabumi Jadi Korban Penganiayaan dan Asusila

Untuk diketahui, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) alat pendeteksi tsunami atau Buoy-buoy pendeteksi tsunami sudah mati sejak setahun hingga enam bulan lalu.

Buoy-buoy pendeteksi tsunami tersebut ada di lautan dekat Bengkulu, laut dekat anak Gunung Krakatau, Selat Sunda, laut selatan Pangandaran, selatan Jawa Timur, laut selatan Bali, dan laut selatan Waingapu di Sumba Timur.

Sebelumnya berdasarkan catatan redaksi sukabumiupdate.com, BMKG telah menerbitkan Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami, InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) pada tahun 2012 silam.

Pedoman tersebut mengupas tuntas peringatan dini tsunami termasuk alur komunikasi kepada masyarakat, termasuk sistem peringatan dini tsunami seperti InaTEWS yang harus mengeluarkan dan menyebarluaskan peringatan dengan cepat, tepat sasaran, dan jelas teruji secara ilmiah agar mudah untuk dimengerti dan dipahami.

Disebutkan ada dua jenis sistem pemantauan InaTEWS. Pertama adalah sistem pemantauan darat berupa jaringan seismometer broadband dan GPS. Kedua, sistem pemantauan laut (sea monitoring system) yang terdiri atas tide gauges, buoy, CCTV, radar tsunami, dan kabel bawah laut (dua yang terakhir masih dalam tahap pengembangan).

Data hasil observasi kemudian dikirimkan ke BMKG menggunakan sistem komunikasi berbasis satelit.

Urutan Berita Peringatan Dini InaTEWS

Saat gempa bumi mulai terjadi sampai berakhirnya ancaman tsunami, BMKG akan
mengeluarkan empat tahapan berita, yaitu Berita 1: pemberitahuan gambaran parameter gempabumi dan perkiraan dampak tsunami dalam tiga status ancaman (AWAS, SIAGA, dan WASPADA) untuk daerah yang berpotensi terdampak tsunami.

Status peringatan tersebut dikategorikan oleh BMKG berdasarkan perkiraan dampak ketinggian gelombang tsunami, yaitu:

• Tinggi gelombang ≥ 3 meter, status ancaman AWAS
• Tinggi gelombang ≥ 0.5 – < 3 meter, status ancaman SIAGA
• Tinggi gelombang < 0,5 meter, status ancaman WASPADA

Kemudian Berita 2, berisi tentang perbaikan parameter gempabumi, status ancaman dan perkiraan waktu tiba tsunami di pantai.

Berita 3 akan menginformasikan hasil observasi tsunami dan perbaikan status ancaman. Pada urutan ke-3 ini berita dapat dilakukan beberapa kali tergantung hasil pengamatan tsunami di stasiun tide gauge, buoy, CCTV, dan radar tsunami.

Terakhir, Berita 4 memuat informasi pernyataan peringatan dini tsunami telah berakhir (ancaman telah berakhir).

Nah, Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami berperan dalam urutan berita peringatan dini tepatnya di berita ke-2.

Jadi, Ketika Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami Rusak maka tentu berdampak pada urutan berita selanjutnya.

Keterlambatan pemberitahuan oleh Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami  berakibat pada proses penyelamatan diri yang terlambat pula, termasuk masyarakat sekitar kawasan pesisir seperti Palabuhanratu Sukabumi.

Baca Juga: 2 Anak Gadis yang Hilang di Cireunghas Sukabumi Ternyata Ikut Komunitas Anjal

Hal ini sesuai dengan tujuan sistem peringatan dini dengan pendekatan people-centred (terpusat pada pemberdayaan masyarakat). Pendekatan ini tidak didasarkan pada kerentanan masyarakat terhadap bencana, namun justru atas dasar kepercayaan masyarakat tangguh mampu melindungi dirinya sendiri.

Lebih jelas, sistem peringatan dini people-centred early warning system (terpusat pada masyarakat) bertujuan untuk menguatkan kemampuan individu, masyarakat, dan organisasi yang terancam bahaya.

Sehingga masyarakat dapat siaga, cepat, tepat dan bertindak benar guna mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan dan jatuhnya korban.

Diluar konsep komunikasi Alat Sistem Peringatan Dini Tsunami, penting untuk diketahui bahwa tidak semua gempa bumi tektonik mengakibatkan tsunami, tetapi sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempa bumi. Kriteria gempabumi pemicu terjadinya tsunami, meliputi:

• Gempa Bumi tektonik terjadi di bawah laut.

• Gempa Bumi memiliki kekuatan magnitudo (M) besar: M ≥ 7 SR.

• Sumber Gempa Bumi berada di bawah laut dengan kedalaman (hiposenter) dangkal ≤ 100 Km.

• Terjadinya deformasi atau perubahan dasar laut secara vertikal , terlihat dari mekanisme pusat Gempa Bumiberupa sesar turun atau normal fault dan sesar naik atau thrust fault.

• Jarak pusat Gempa Bumi dari pantai memiliki kemungkinan terbentuknya tsunami. Tetapi, jika gempa bumi terjadi tepat di tepi pantai, kemungkinan terjadinya tsunami cukup kecil walaupun dampak dari gempa bumi tersebut akan besar. Hal ini karena kedalaman air berperan penting dalam proses terjadinya tsunami.

Ketika parameter gempa bumi tektonik memenuhi kriteria tersebut, maka berita gempa bumi akan diikuti dengan peringatan potensi tsunami. Namun perlu digaris bawahi juga ketika gempa bumi memenuhi parameter tersebut (lokasi, kedalaman, dan magnitudo) dan berpotensi tsunami, tidak berarti bahwa tsunami pasti akan terjadi.

Atas dasar tersebut, komponen pengamatan kedua dari InaTEWS dibangun untuk memantau permukaan air laut guna memastikan terjadinya tsunami. Beberapa instrumen yang digunakan untuk mencapai sasaran tersebut, antara lain:

buoy untuk mengamati perubahan muka air laut di laut lepas,
• tide gauge untuk mengamati perubahan muka air laut di pantai,
• CCTV untuk mengamati tsunami di pantai, dan
• radar tsunami yang diharapkan mampu mendeteksi tsunami dengan jarak 150 km dari pantai di mana alat tersebut dipasang.

Waktu tiba tsunami terjadi sangat singkat, antara 10 – 60 menit, sehingga jika terjadi Gempa Bumi kuat atau tidak terlalu kuat namun terasa lama, masyarakat harus segera menjauhi daerah pantai dan sungai serta melakukan evakuasi ke lokasi yang aman.

Sumber : Berbagai Sumber.

Editor : Nida Salma Mardiyyah

Tags :
BERITA TERKAIT