Sukabumi Update

David Alami Diffuse Axonal Injury, Apa Otak Bisa Sembuh Setelah Cedera?

Ilustrasi. Pemeriksaan oleh Dokter | Diffuse Axonal Injury, Apa Otak Bisa Sembuh Setelah Cedera? (Sumber : Freepik/@DCStudio)

SUKABUMIUPDATE.com - David Latumahina diketahui mengalami Diffuse Axonal Injury atau DAI usai menjadi korban penganiayaan Anak Pejabat Ditjen Pajak bernama Mario Dandy Satriyo (MDS).

MDS terlihat melakukan aksi kekerasan terhadap mantan pacar sang kekasih -Agnes- dalam video yang beredar di media sosial. Penganiayaan yang dilakukan MDS ini berdampak fatal hingga membuat David terkapar akibat kepalanya beberapa kali ditendang.

MDS, Anak Pejabat Ditjen Pajak | Tersangka Kasus Penganiayaan DFoto: MDS, Anak Pejabat Ditjen Pajak | Tersangka Kasus Penganiayaan David (Sumber: YouTube/KOMPAS.com)

Apa Itu Diffuse Axonal Injury?

Dilansir dari hopkinsmedicine.org, Diffuse Axonal Injury atau cedera aksonal difus adalah suatu keadaan berupa robeknya serabut saraf di otak yang disebut 'akson'.

Baca Juga: Inilah 7 Permainan Tradisional dalam Kaulinan Budak Sunda Baheula

Akson merupakan saraf penghubung panjang otak, yang terjadi saat otak cedera, bergeser dan berputar di dalam tulang tengkorak. Seperti yang dialami David, DAI bisa menyebabkan koma dan cedera pada berbagai bagian otak.

Namun demikian, perubahan di otak seringkali mikroskopis dan mungkin tidak terlihat pada pemindaian computed tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI).

Cedera otak berat setelah trauma berat juga bisa menyebabkan penurunan kesadaran tanpa adanya lesi masa intrakranial ataupun iskemik.

Baca Juga: 31 Contoh Paribasa Sunda dan Artinya, Salah Satunya Caang Bulan Opat Welas

Gejala Diffuse Axonal Injury

Menilik sisi dampak traumatis, seseorang dengan DAI biasanya mengalami kehilangan kesadaran dan hasil pemeriksaan neurologis yang buruk. Pakar menggunakan Skala Koma Glasgow (GCS) untuk menilai tingkat gangguan, dikutip via MedicalNewsToday.

Presentasi klinis DAI tergantung pada tingkat keparahan cedera otak yang dialami. Dalam kasus DAI ringan, seseorang kemungkinan menunjukkan beberapa gejala yang menyerupai gejala gegar otak, termasuk muntah, mual, kelelahan, sakit kepala, dan pusing.

Kemudian untuk pasien DAI yang lebih parah dapat mengalami kehilangan kesadaran dan tetap dalam keadaan vegetatif.

Gejala neurologis lain dari DAI dapat mencakup disautonomia. Disautonomia adalah istilah yang menggambarkan ketika sistem saraf otonom tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Beberapa gejalanya meliputi detak jantung istirahat cepat, pernapasan dangkal yang cepat, keringat berlebih dan hipertermia.

Pemulihan Pasien Diffuse Axonal Injury

Penelitian pakar kesehatan menyebutkan pasien dengan DAI parah bisa mendapatkan kembali kesadaran mereka dalam tahun pertama setelah cedera. Jika seseorang mendapatkan kembali kesadarannya dan menjadi stabil, program terapi komprehensif dari tim rehabilitasi cedera otaknya dapat membantu memulihkan kualitas hidupnya.

Dikutip via MedicalNewsToday, beberapa program ini misalnya terapi berbicara, terapi fisik, pekerjaan yang berhubungan dengan terapi dan terapi rekreasi.

Baca Juga: Influencer Abby Choi Tewas Dimutilasi, Ada Potongan Tubuh di Kulkas dan Panci Sup

Lantas, apakah otak bisa sembuh setelah cedera?

Mengutip John Hopkins Medicine, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika sel-sel otak hancur atau rusak, sebagian besar, mereka tidak beregenerasi. Meski begitu, pemulihan setelah cedera otak tetap bisa terjadi, terutama pada orang yang lebih muda, karena dalam beberapa kasus, area lain di otak menggantikan jaringan yang cedera.

Lebih lanjut pada kasus lain, otak belajar untuk mengalihkan informasi dan berfungsi di sekitar area yang rusak.

Perlu di garis bawahi, progress atau seberapa jauh pemulihan tidak dapat diprediksi pada saat cedera dan mungkin tidak diketahui selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Ini karena setiap cedera otak dan tingkat pemulihan memang sesuatu yang unik.

Pemulihan dari cedera otak yang parah seringkali melibatkan proses perawatan dan rehabilitasi yang berkepanjangan atau seumur hidup.

Sumber: John Hopkins Medicine | MedicalNewsToday

Editor : Nida Salma

Tags :
BERITA TERKAIT