SUKABUMIUPDATE.com - TBC atau Tubercolosis saat ini menjadi ancaman serius bagi sebagian warga di Desa Cimerang Kecamatan Purabaya Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Data mengungkap bahwa kasus kematian akibat TBC di kawasan yang menjadi sentra kerajinan batu akik atau batu alam hias ini terus meningkat setiap tahunnya.
Sebagai sentra, Cimerang telah lama dikenal sebagai salah satu pusat kerajinan gosok batu di Nusantara. Menjadi sumber penghidupan bagi sebagian besar warga, kini industri rakyat turun-temurun ini menghadapi tantangan cukup serius, yaitu ancaman kesehatan dari wabah TBC.
Baca Juga: Kemeriahan Perayaan Tahun Baru Imlek 2025 di Kota Sukabumi
Debu dari proses pemotongan dan penggosokan batu, menjadi salah satu polusi yang muncul dari industri ini. Bukan tanpa upaya, para pengrajin pun terus mengupdate teknologi agar industri tidak memicu dampak kesehatan yang mengkhawatirkan.
Perhatian terhadap kesehatan pekerja dan kelestarian lingkungan menjadi tantangan yang perlu terus diatasi. Keberlanjutan usaha ini bergantung pada kesadaran dan dukungan dari berbagai pihak untuk menciptakan industri yang sehat dan berkelanjutan.
Baca Juga: Pasca Banjir, YBM PLN Sukabumi Berikan Bantuan ke Lima Masjid Terdampak
Endang Setiawan (32 tahun), salah satu pengrajin batu hias Cimerang mengungkapkan bahwa hampir puluhan bahkan ratusan warga di wilayah ini mengandalkan batu akik dan batu alam sebagai mata pencaharian utama. “Kerajinan ini sudah turun-temurun, awalnya saya meneruskan usaha orangtua di bidang batu akik, tetapi sekarang saya juga membuat kerajinan dari batu alam seperti ukiran dan furniture,” ujar Endang kepada Sukabumiupdate.com, Rabu 29/1/2025.
Dalam menjalankan usahanya, ia merekrut tenaga kerja tidak menetap, tergantung kondisi dan pesanan pasar . "Kadang ada lima orang, kadang sepuluh, tergantung situasi. Banyak warga yang juga masih ke sawah dan berkebun, setelah ada waktu lalu bekerja," tambahnya.
Baca Juga: Daftar Top Skor Liga 1 2024/2025: Persija Jakarta dan Persib Bandung Selisih Tipis
Endang mengakui bahwa ancaman kesehatan akibat debu dari proses produksi, menjadi salah satu tantangan yang segera harus dicarikan solusi. Para pengrajin berupaya meminimalkan dampak polusi dengan menerapkan langkah-langkah keselamatan kerja.
“Kami sudah memberikan arahan kepada para pekerja untuk menggunakan perlengkapan safety seperti masker. Selain itu, debu dari proses pemotongan dan penggosokan juga sudah dikendalikan dengan menggunakan selang air dan kipas angin penyedot atau blower,” jelas Endang.
Baca Juga: Gempa Dangkal Beruntun di Gunung Salak, BMKG Sebut Pamijahan dan Kabandungan
Meskipun demikian, lanjut Endang, para pengrajin berharap dukungan lebih lanjut, baik dalam bentuk pembinaan maupun bimbingan sebagai usaha kecil dan menengah (UMKM).
"Kami berterima kasih kepada pihak Puskesmas Purabaya, dan Pemdes juga unsur Kecamatan Purabaya, yang sudah memberikan arahan dan masker untuk para pengrajin. Tapi tentu kami masih membutuhkan bimbingan lebih lanjut agar usaha tetap berjalan tanpa mengorbankan kesehatan dan lingkungan," pungkasnya.
Baca Juga: Resep Bakso Aci Isi Ayam Suwir, Kudapan Kuah Micin yang Gurih dan Lezat!
Data ancaman TBC
Sebelumnya, Kepala Desa Cimerang, Nyanyang Resmana menyebut sentra batu hias yang menjadi komoditas unggulan wilayah tersebut menghadapi masalah kesehatan. Ia mengungkapkan kegiatan penggosokan batu akik di wilayahnya punya sejarah panjang, dari nol hingga menjadi salah satu sentra pengrajin batu hias di Indonesia yang pemasarannya tembus mancanegara.
"Desa Cimerang salah satu potensi terbesarnya adalah batu akik atau batu alam hias. Penghasilannya juga lumayan, apalagi sekarang sudah memiliki pasar hingga mancanegara," kata Nyanyang kepada sukabumiupdate.com, Kamis (24/01/2025).
Baca Juga: 7 Shio yang Beruntung di Tahun Baru Imlek 2025, Apa Saja Itu?
Namun kekinian, dampak lingkungan dan kesehatan kini makin serius. Debu yang dihasilkan dari proses pemotongan dan penggosokan batu, lanjut Nyanyang, sulit ditangani.
Limbah debu dari proses produksi, tak hanya mengancam keselamatan pekerja batu akik terutama yang tidak menerapkan SOP seperti menggunakan masker, juga warga terdekat dari sentra batu hias dan batu akik.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Jabatan Fungsional dalam Seleksi Pengadaan PNS
Nyanyang mengungkapkan data mengejutkan terkait dampak kesehatan akibat aktivitas ini. Di bulan Desember 2024, tiga orang warganya meninggal karena TBC, dan ketiganya adalah pekerja dari produksi batu hias.
"Masyarakat Cimerang sudah banyak yang mengidap TBC. Jika ambil data sejak mulai beroperasinya usaha rakyat ini mungkin warga yang meninggal akibat masalah paru-paru dan TBC sudah mencapai 200 orang,” ungkap Nyanyang.
Baca Juga: Kilauan Batu 'Emas' di Balik Kasus Tambang Ilegal Tanjakan Kesik Simpenan Sukabumi
Masyarakat setempat pun semakin resah karena polusi udara yang kian parah dan menyebar ke pemukiman sekitar, sambung Kades Nyanyang. "Hari demi hari, udara di lokasi tersebut semakin terkontaminasi debu batu. Daun-daun dari tanaman dan pepohonan di sekitar pabrik atau tempat produksi batu akik memutih.”
Ia berharap pemerintah daerah lewat dinas terkait, secepatnya turun untuk mencegah semakin meluasnya masyarakat yang mengalami gangguan paru-paru, khususnya TBC dari polusi industri batu hias di Cimerang.
Baca Juga: Perizinan Masih Proses, DPMPTSP Sukabumi Akan Panggil Vendor Pembangunan Tower di Cijulang
"Kami meminta kepada dinas terkait untuk memberikan perhatian terhadap aktivitas penggosokan batu ini, termasuk sosialisasi dari Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas Lingkungan Hidup. Jika tidak dipantau dengan baik, debu batu itu dapat membahayakan masyarakat," jelasnya.
Kades Nyanyang menegaskan industri turun-temurun ini ini harus dipertahankan karena menjadi mata pencarian banyak keluarga, namun juga harus kembali di tata sehingga tidak mengancam kesehatan masyarakat.
Baca Juga: Suami Bantah Paksa Aborsi Istri Siri di Sukabumi, Ini Penjelasannya
"Ini adalah aktivitas yang turun-temurun dari dulu, walaupun dalam izin sama sekali tidak ada surat yang tersedia di desa. Jadi ini hanya sebatas tradisi yang terus beregenerasi," pungkasnya.
Editor : Fitriansyah