Sukabumi Update

Kasus DBD Ditemukan di Bojonggenteng, Puskesmas Lakukan Fogging dan Survei Jentik

Pelaksanaan fogging di salah satu rumah warga di Kecamatan Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi. Jumat (19/12/2025). (Sumber : SU/Ibnu Sanubari)

SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah musim penghujan yang saat ini, satu kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tercatat di Kampung Pamatutan, Rt 20/08, Desa/Kecamatan Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi disusul gejala serupa yang dialami warga lainnya.

Menindaklanjuti hal tersebut, Puskesmas Bojonggenteng bersama petugas surveilans, kesehatan lingkungan, bidan desa, aparat desa, dan warga sekitar melakukan penyelidikan epidemiologi, validasi data, serta survei jentik di rumah pasien dan lingkungan sekitarnya dengan radius sekitar 100 meter pada Kamis (18/12/2025).

Kepala Puskesmas Bojonggenteng, Asep Gumelar melalui petugas Promosi Kesehatan sekaligus Koordinator Surveilans DBD, Helmi Mahesa, mengatakan bahwa laporan pertama kasus tersebut bermula dari seorang remaja perempuan inisial A (15 tahun) yang dilaporkan mengalami demam tinggi, sakit kepala, dan nyeri badan sejak 5 Desember 2025. Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh pihak DKH RSUD Sekarwangi dengan diagnosis DBD setelah pasien mendapatkan perawatan selama lima hari.

“Petugas surveilans baru menerima laporan pada 17 Desember 2025 dari pihak desa, setelah itu kami langsung berkoordinasi dengan tim surveilans dan pemerintah desa untuk melakukan penyelidikan epidemiologi,” ujar Helmi kepada sukabumiupdate.com, Jumat (19/12/2025).

Baca Juga: Tokoh Pemekaran Minta Bupati Tunda SK Presidium Baru Sukabumi Utara

Adapun hasilnya, kata Helmi, ditemukan satu lokasi jentik nyamuk yang dianggap sebagai jentik Aedes Aegypti. “Dari hasil survei jentik, kami menemukan satu lokasi jentik nyamuk di rumah warga sekitar tempat tinggal pasien. Itu kami anggap sebagai jentik Aedes aegypti,” katanya.

Selain kasus Ainun, tim juga melakukan validasi terhadap laporan warga lain yang diduga menderita DBD. Helmi menyebutkan, dari sejumlah laporan yang beredar di masyarakat, sebagian besar tidak terbukti sebagai DBD berdasarkan hasil pemeriksaan medis.

“Dari sekitar sembilan laporan warga yang kami kunjungi, mayoritas ternyata mengalami penyakit lain seperti campak, tifus, infeksi saluran kemih, atau demam biasa. Yang mengarah ke DBD hanya satu orang, yakni F (26 tahun), namun sampai saat ini kami masih menunggu hasil pemeriksaan resminya dari rumah sakit,” jelasnya.

Helmi menegaskan, meskipun baru satu kasus DBD yang terkonfirmasi, kondisi tersebut sudah dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Oleh karena itu, seluruh tahapan penanganan dilakukan sesuai prosedur, mulai dari penyelidikan epidemiologi, survei jentik, pemberantasan sarang nyamuk (PSN), abatisasi, hingga konseling kesehatan kepada keluarga pasien dan warga sekitar.

“Kalau sudah ada satu kasus DBD, itu sudah masuk kategori KLB. Maka penanganannya harus sesuai prosedur,” ujarnya.

Baca Juga: Ketua RW Terjerat Kasus Asusila 3 Siswi SMP, Wakil Wali Kota Sukabumi: Sudah Mundur

Sebagai langkah antisipasi cepat untuk memutus mata rantai penularan nyamuk Aedes aegypti, Puskesmas Bojonggenteng bersama pemerintah desa dan warga melaksanakan fogging pada Jumat, 19 Desember 2025. Fogging difokuskan di rumah penderita dan lingkungan sekitarnya dengan radius utama sekitar 100 meter.

Meski demikian, Helmi menekankan bahwa fogging bukanlah cara paling efektif dalam pencegahan DBD. “Fogging itu hanya membunuh nyamuk dewasa. Yang paling efektif tetap pemberantasan sarang nyamuk dan abatisasi, karena sumber penularan justru dari jentik dan telur nyamuk,” tegasnya.

Ia menambahkan, fogging dilakukan karena adanya kekhawatiran penularan cepat, mengingat terdapat warga lain dengan gejala demam yang mengarah ke DBD di sekitar lokasi kasus. “Setelah mata rantai nyamuk dewasa diputus, kami tetap fokus pada PSN dan abatisasi yang harus dilakukan rutin,” katanya.

Puskesmas Bojonggenteng juga mengagendakan kegiatan penyuluhan kepada warga terkait pencegahan DBD dan kebersihan lingkungan. Warga diimbau untuk menerapkan 3M Plus, melakukan pembersihan tempat penampungan air secara rutin, serta meningkatkan kesadaran menjaga kebersihan lingkungan.

“Pencegahan itu kuncinya. Jangan menunggu ada yang sakit dulu baru bertindak. Kesadaran masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk adalah yang paling efektif,” pungkasnya.

Editor : Asep Awaludin

Tags :
BERITA TERKAIT