Sukabumi Update

Pakar Agribisnis UMMI Bicara Kasus Keracunan Tutut di Sukabumi

SUKABUMIUPDATE.com - Meski sudah berlalu, kasus keracunan massal akibat keong sawah kecil (tutut) di Desa Sukamanis dan Desa Citamiang Kecamatan Kadudampit, serta Desa Gunungjaya Kecamatan Cisaat masih menarik perhatian sejumlah pihak, terutama di kalangan akademisi. Pasalnya, peristiwa tersebut mengakibatkan 102 korban mengalami keracunan dan satu diantaranya meninggal dunia.

BACA JUGA: UMMI Kaji Rancangan Sukabumi Creative City Berstandar Unesco

Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI), Neneng Kartika Rini menjelaskan, kasus keracunan tersebut perlu dikaji dari berbagai perspektif. Terlebih menurutnya, keong atau tutut termasuk komoditas yang rawan menimbulkan bakteri jika salah dalam pengolahannya. Apalagi, jika tutut didapat dari habitat yang belum teruji kandungan airnya.

"Kalau sudah ada sumber penelitian kandungan air di habitatnya, keong yang diambil perlu diuji juga sebelum diolah. Habitat keong tersebut mempengaruhi proses penanganan panen/pasca panen, dan berlanjut pada tahap pengolahan. Perlu dipahami betul kualitas, seluk beluk komoditas yang akan diolah," ungkap Neneng kepada sukabumiupdate.com, Selasa (31/7/2018).

Jika tidak diolah dengan baik, masih kata Neneng, bisa dipastikan keong atau tutut akan menimbulkan efek samping. Penanganan tutut yang habitatnya di sawah dengan tutut yang habitatnya di danau perlu penanganan yang berbeda.

BACA JUGA: PJKR FKIP UMMI Jaring Calon Mahasiswa Terbaik melalui Tes Kesehatan dan Keterampilan

Tutut sawah atau gulma yang sering tercampur pestisida, akan beda penanganan dengan tutut danau yang habitatnya sudah bercampur dengan sedimen bahan-bahan kimia, serta mengandung unsur logam yang berbahaya untuk tubuh manusia.

"Tapi memang perlu penelitian lebih lanjut, apakah yang menyebabkan keracunan itu tututnya, atau dari bumbunya yang sudah lama dan berjamur. Tutut atau keong sawah itu mengandung protein yang tinggi, dan apabila diolah menjadi pupuk itu menjadi sumber nitrogen. Tapi kalau keong atau tutut di waduk, bisa jadi keongnya bermasalah. Ini menarik memang untuk diteliti lebih lanjut," tandas Neneng.

Editor : Ardi Yakub

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI