SUKABUMIUPDATE.com – Tahun 2025 menegaskan transformasi peran artis Indonesia dari sekadar entertainer menjadi aktivis berintegritas, di mana isu lingkungan menjadi medan pertempuran moral yang tak terhindarkan. Puncaknya terlihat pada Navicula, band grunge asal Bali, yang secara heroik menolak tampil di PestaPora September 2025 karena menentang sponsor yang dianggap merusak lingkungan, sebuah statement keras menolak greenwashing korporasi.
Aktor Fedi Nuril juga menggunakan pengaruh media sosialnya sebagai oposisi yang cerdas dan kritis, secara tajam mendesak pergantian menteri LHK karena dianggap gagal mengelola hutan dan sumber daya alam. Di sisi lain, para pejuang konservasi seperti Hamish Daud semakin mematangkan ekosistem ekonomi sirkular dengan aplikasi daur ulang Octopus miliknya, sementara Nicholas Saputra terus konsisten mengadvokasi konservasi satwa liar dan hutan secara sunyi namun mendalam, membuktikan bahwa komitmen lingkungan menembus batas-batas seni, kebijakan, dan gaya hidup.
Mantan model fashion Nadine Cherria, pendiri sekaligus pemilik OM Mercy.
Isu krisis iklim bukan lagi narasi pinggiran, melainkan realitas mendesak yang mendominasi diskursus global, termasuk di Indonesia. Di tengah urgensi ini, para pesohor dari dunia hiburan mulai dari aktor, aktris, hingga influencer melangkah maju, mengalihkan sorotan kamera dari kehidupan pribadi menuju aksi nyata sebagai pejuang lingkungan. Tahun 2025 menjadi penanda di mana aktivisme hijau dari figur publik semakin terdigitalisasi dan terintegrasi, menjadikan media sosial bukan sekadar etalase, tetapi battleground utama untuk mengadvokasi isu-isu kritis.
Navicula dan Fedi Nuril, meskipun dengan medium yang berbeda, menunjukkan bahwa komitmen terhadap isu lingkungan dan kemanusiaan tidak bisa ditawar. Navicula, band grunge asal Bali yang telah lama dikenal sebagai "Green Grunge Gentlemen," membuktikan konsistensi sikapnya pada September 2025 dengan menarik diri dari sebuah festival musik besar. Alasannya jelas, penolakan keras terhadap keterlibatan PT Freeport Indonesia sebagai sponsor, sebuah perusahaan yang kerap dikaitkan dengan isu kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Sikap ini memilih etika di atas panggung memperkuat pesan mereka bahwa musik adalah alat untuk perubahan, bukan komoditas yang bisa dibeli.
Baca Juga: Piala Dunia 2026: Format Baru, 48 Tim, dan Aturan Lolos yang Wajib Dipahami
Di sisi lain, Fedi Nuril menggunakan platform digitalnya sebagai mimbar kritik politik yang tajam, terutama yang bersinggungan langsung dengan tata kelola lingkungan dan kehutanan. Fedi tidak ragu mendesak Presiden untuk mengganti Menteri LHK karena dianggap berkinerja buruk dan mencacat meritokrasi, menempatkan dirinya sebagai oposisi humanis yang cerdas dan kritis terhadap kebijakan yang merugikan rakyat dan alam. Kami rangkum dalam Kaleidoskop 2025.
Pejuang Lingkungan dan Kritis dari Dunia Kreatif
- Navicula (Gede Robi): Musik dan Aksi Kritis. Vokalis Gede Robi adalah inisiator The Indonesian Climate Communications, Arts & Music Lab (IKLIM). Mereka menunjukkan sikap kritis tertinggi dengan menolak tampil di PestaPora 2025 karena keterlibatan sponsor yang dianggap merusak lingkungan, menegaskan bahwa seni harus bebas dari konflik kepentingan ekologis.
- Fedi Nuril: Oposisi dan Kritik Kebijakan. Aktor yang vokal mengkritik pejabat publik dan kebijakan pemerintah melalui media sosial X (Twitter). Pada akhir 2025, ia secara keras mendesak pergantian Menteri LHK, menjadikan isu tata kelola lingkungan sebagai arena perjuangan moral dan politik.
- Hamish Daud: Advokasi Konservasi Bahari & Ekonomi Sirkular. Pendiri Indonesian Ocean Pride (IOP) dan penggagas aplikasi daur ulang sampah Octopus, ia secara aktif mengkampanyekan pentingnya menjaga laut dan mengurangi penggunaan plastik.
- Nadine Chandrawinata: Aktivis Laut & Konservasi. Melalui yayasan Sea Soldier, Nadine berfokus pada kebersihan laut, perlindungan terumbu karang, serta gaya hidup minim sampah plastik.
- Nicholas Saputra: Konservasi Satwa Liar & Keanekaragaman Hayati. Fokus pada isu konservasi satwa, seperti gajah Sumatera, dan dikenal menerapkan gaya hidup hijau.
- Cinta Laura Kiehl: Edukasi Zero Waste & Kritis. Menggunakan platformnya untuk mengedukasi publik tentang penanganan sampah yang benar dan mempromosikan gerakan praktis #ActofLove.
Melampaui Artis, Cinta Laura Bangun 'Infrastruktur' untuk Pendidikan dan Kesejahteraan
Aktivisme para tokoh publik ini pada tahun 2025 menunjukkan pergeseran narasi dari sekadar "kampanye selebritas" menjadi sebuah gerakan yang berkelanjutan dan berintegritas. Navicula mengajarkan tentang pentingnya memilih pihak dan menolak greenwashing dari korporasi ekstraktif, sementara Fedi Nuril mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan tidak terpisah dari kegagalan sistem pemerintahan dan tata kelola yang tidak transparan. Kekuatan sinergi dari dua pendekatan ini yang satu melalui statement artistik dan yang lain melalui kritik straight news politik telah memperkaya ekosistem aktivisme di Indonesia.
Daftar pejuang lingkungan ini cerminan bahwa perubahan substantif membutuhkan kolaborasi yang inklusif memadukan kekuatan konservasionis veteran, inovasi digital, dan pengaruh masif dari figur publik. Perjuangan mereka melawan perambahan hutan, konflik satwa-manusia, hingga tata kelola sampah yang amburadul membutuhkan suara kolektif yang tak pernah padam.
Peran mereka telah beralih: dari hanya menyuarakan kepedulian menjadi penjaga nurani publik yang menuntut akuntabilitas, memastikan bahwa narasi keberlanjutan tidak hanya indah di media sosial, tetapi juga mengakar kuat dalam praktik sehari-hari, menuntut setiap pihak, dari artis hingga menteri, untuk bertanggung jawab atas nasib bumi.
Editor : Danang Hamid