Sukabumi Update

Emon Predator Seksual Anak Sukabumi Bebas, Ahli Psikolog Forensik Beri Catatan!

Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai potensi kambuhnya predator seksual termasuk Emon (Sumber : Istimewa)

SUKABUMIUPDATE.com - Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai potensi predator seksual yang bakal mengulangi perbuatannya lagi usai bebas dari hukuman.

Alarm kewaspadaan ini disampaikan Reza, usai mendapat kabar bahwa AS alias Emon, penyodomi 100-an anak di Kota Sukabumi pada 2014 silam, telah dinyatakan bebas bersyarat dari penjara Lapas Cirebon terhitung sejak Februari 2023 lalu.

Reza yang juga Anggota Pusat Kajian Asesmen Pemasyarakatan POLTEKIP Kemenkumham pun teringat perkataan Emon yang pernah ditemuinya saat masih di sel Polres Sukabumi Kota.

"Dia bilang ke saya saat saya mengunjunginya di Polres Sukabumi (Kota) sekian tahun silam; 'Nanti saya mau jadi dua. Kiai dan penyanyi dangdut," kata Reza menirukan ucapan Emon, dalam keterangannya kepada sukabumiupdate.com, Jumat (24/3/2023).

Baca Juga: Kata Psikolog Forensik Soal Siswa SD Dibacok di Sukabumi: Pelaku Belajar Jadi Kriminal

Reza ingin publik meningkatkan kewaspadaan setelah Emon yang kini berstatus mantan narapidana (napi) kejahatan seksual kembali ke masyarakat. Sebab, penelitian menyatakan dalam waktu 5 tahun, 10-15 persen predator seksual mengulangi perbuatannya. Setelah 10 tahun, 20 persen menjadi residivis.

"Setelah 20 tahun, 30-40 persen memangsa korban lagi. Waspadalah," ujar penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia itu.

Terlebih lagi, Reza menilai Emon tergolong cerdas, bahkan mencatat rinci nama korban serta tanggal dan lokasi kejadian sodomi maupun pencabulan yang pernah dilakukan.

"Dengan kecerdasannya itu, tak mudah untuk dipastikan: apakah perubahan perilaku selama di lapas merupakan hasil positif pembinaan atau semata kamuflasenya agar dinilai baik," tuturnya.

Reza mempersilahkan masyarakat untuk memaafkan pelaku. Namun ketimbang mendorong masyarakat untuk memaafkan, ia memilih untuk mengingatkan khalayak akan potensi bahaya yang tetap ada pada diri mantan narapidana kejahatan seksual terhadap anak.

Baca Juga: Tentang Kebiri Kimia, Sanksi Anti Androgen untuk Si Predator Santriwati

Bahkan Reza blak-blakan meminta masyarakat untuk menyebarluaskan foto dan ciri-ciri predator seksual anak.

"Sebarluaskan foto dan ciri-ciri predator. Pajang di wilayah yang mungkin akan dia kunjungi," ucapnya.

Reza juga berpendapat terkait hukuman kebiri bagi predator seksual tidaklah efektif. Aksi kejahatan serupa, menurutnya bakal tetap ada.

"Memang libidonya lebih terkendali. Tapi kemungkinan melakukan aksi kejahatan tetap ada. Itu karena akar kejahatannya bukan di hormon, tapi di otak. Toh dia bisa menjahati pakai jari dan lain-lain," jelasnya.

Reza mengakui jika saat ini sulit untuk mengestimasi regenerasi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Hal ini bisa dilihat dari asumsi bahwa dark number kasus semacam ini (kekerasan seksual terhadap anak) tergolong tinggi.

"Artinya, banyak yang tak terlaporkan. Jadi, kita tidak punya basis data untuk meramal," ungkapnya.

"Saya lebih melihatnya dari sisi lain. Bahwa, dari 100 korban, tidak serta-merta semuanya esok hari menjelma sebagai predator juga. Peluang itu yang harus dimaksimalkan," tambahnya.

Karena itulah, menurut Reza, secara simultan, negara juga harus punya basis data korban yang bersifat limited access.

"Dimanfaatkan oleh otoritas kesehatan, sosial, pendidikan, hukum untuk terus memonitor dan menangani para korban secara berkelanjutan," ujarnya.

Namun Reza khawatir jika negara tidak setelaten itu. Contohnya saja terjadi pada keluarga terduga teroris yang dipersekusi sampai harus meninggalkan rumah mereka, putus sekolah, dan seterusnya.

"Padahal, tercantum dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan khusus bagi korban kejahatan seksual merupakan kewajiban sekaligus tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya," tandasnya.

Diketahui, AS alias Emon (24 tahun) sebelumnya divonis 17 tahun penjara plus denda Rp200 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sukabumi pada Selasa 16 Desember 2014 silam.

Dilansir dari tempo.co, Emon terbukti melakukan kejahatan seksual terhadap puluhan anak di bawah umur. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim saat itu lebih berat dua tahun dari tuntutan jaksa.

Kini tersiar kabar, Emon telah dinyatakan bebas bersyarat terhitung sejak Februari 2023. Meski telah bebas dari penjara, Emon diwajibkan lapor ke kejaksaan dan kepolisian.

CATATAN REDAKSI: JUDUL MENGALAMI PERUBAHAN PUKUL 18.24 WIB

Editor : Denis Febrian

Tags :
BERITA TERKAIT