Sukabumi Update

Sikapi UU Cipta Kerja Hingga Pendidikan, Mahasiswa Sukabumi Gelar Aksi

Aksi Mahasiswa Sukabumi Tolak UU Cipta Kerja, Jumat 05 Mei 2023 | Foto : Sy

SUKABUMIUPDATE.com - Menyikapi problematika yang berkembang di tingkat nasional hingga daerah puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sukabumi Raya menggelar aksi damai di Bunderan Adipura Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, Jumat (5/5/2023).

Dari amatan sukabumiupdate.com, setidaknya ada 12 poin tuntutan yang menjadi sorotan para mahasiswa Sukabumi dalam aksinya tersebut, dari mulai problem UU Cipta Kerja hingga isu pendidikan. 

Anggi Fauji, Ketua GMNI Sukabumi Raya dalam orasi menyoroti UU No 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang sejak awal sudah memunculkan kontroversi. Pihaknya menilai tak hanya cacat secara formil, UU Cipta Kerja juga bermasalah dari aspek materiil, di mana terdapat sejumlah pasal yang mengancam dan merampas hak-hak para pekerja, salah satunya Pasal 81 angka 29 UU Cipta Kerja yang menghapus kewajiban pengusaha untuk membayar upah pekerja menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja juga telah mempermudah perusahaan dalam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak sehingga kian merentankan posisi para pekerja.

Baca Juga: DPRD Sukabumi Prioritaskan 8 Raperda di Masa Sidang Kedua 2023, Ini Rinciannya

Selanjutnya kata Anggi. dalam UU Cipta Kerja banyak pasal-pasal yang membahayakan lingkungan hidup, seperti Pasal 36 angka 2  yang mengubah dan menghapus aturan besaran kawasan hutan yang harus dipertahankan dari suatu wilayah serta Pasal 37 angka 20 UU Cipta Kerja yang melanggengkan para pengusaha yang berkegiatan di dalam kawasan hutan tanpa ada sanksi pidana yang dijatuhkan.

Selain itu, menurutnya terdapat pula Pasal 22 angka 4 UU Cipta Kerja terkait ketentuan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang tidak mengikutsertakan kepentingan masyarakat lain dan memangkas partisipasi masyarakat adat. Masalah-masalah ini hanyalah segelintir dari sekian banyak ketentuan dalam UU Cipta Kerja yang menempatkan pekerja sebagai objek eksploitasi, menghiraukan aspek lingkungan hidup, dan mendiskreditkan partisipasi masyarakat adat.

Meskipun pemerintah berdalih bahwa UU Cipta Kerja dibuat untuk kepentingan investasi, tetapi ketentuan-ketentuan dalam UU Cipta hanya menguntungkan para oligarki dan mengabaikan hak-hak pekerja, lingkungan hidup, serta masyarakat adat.

Dengan demikian, pengesahan UU Cipta Kerja menjadi pertanda bahwa negara memiliki ragam cara untuk mengelabui konstitusi. Sifat putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan berkekuatan hukum tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dilanggar begitu saja oleh Pemerintah dan DPR RI. Terlebih, DPR RI sebagai wakil rakyat pun acuh tak acuh terhadap gelombang penolakan dari segenap elemen masyarakat sipil yang menggema sejak diterbitkannya Perppu Cipta Kerja.

Baca Juga: Hardiknas, Bupati Sukabumi: Guru Dulu diikat Peraturan Sekarang Bebas Berinovasi

Beranjak dari hal tersebut, sebagai negara yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, penerbitan Perppu Cipta Kerja dan pengesahan RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja telah menciptakan preseden buruk sekaligus catatan kelam dalam proses legislasi di Indonesia mengesahkan UU Ciptakerja yang dimana UU tersebut berisi tentang hal yang tidak sesuai dengan keingingan masyarakat. Ada beberapa poin didalam UU Ciptakerja yang menjadi sorotan dan perhatian kami oleh karena itu kami GMNI Sukabumi Raya menyatakan :

"1. Cabut UU No 6 Tahun 20023, 2. Cabut Permenaker No 5 Tahun 20023, 3. Hapus Outsourcing, 4. Reformasi Agraria dan dan Kedaulatab Pangan: Tolak Bank Tanah, 5. Sahkan RUU PRT, 6. Berikan Perlindungan Terhadap Hak-hak Reproduksi Perempuan di Tempat Kerja seperti Cuit Haid dan Cuti Melahirkan," imbuhnya.

Terkait dengan pendidikan, kata Anggi dengan munculnya kurikulum merdeka yang mulai diterapkan sejak februari 2022 lalu. menuai pertanyaan-pertanyaan khususnya dikalangan aktivis mahasiswa GMNI apakah Nadiem Makarim ini benar-benar paham apa itu Marhaenisme?.

Baca Juga: Ayep Zaki Ajak Alumni STN 2 Sukabumi untuk Menata Kebaikan

Sebab apa yang dikatakan Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan ketika pertama kali beliau meluncurkan kurikulum ini pernah berstatement bahwa beliau terinspirasi dari pemikiran Sang Proklamator Bung Karno tentang Marhaenisme. Namun pada prakteknya Pendidikan di Indonesia mengalami perubahan menjadi berbelok ke arah liberal - yang memberikan kebebasan dalam memaknai materi pelajaran dan berujung pada perilaku dan karakter yang liberal dengan membiarkan baik dan buruk sesuai dengan kehendak pribadi tanpa adanya rule yang baku.

Alhasil dunia Pendidikan hanya akan menghasilkan generasi bangsa yang individualistis. Melalui program Kampus Merdeka, mahasiswa didorong meskipun bukan diharuskan untuk melakukan pemagangan yang durasinya bisa mencapai tiga semester.

Praktik pemagangan nyatanya melahirkan tenaga kerja murah, tak jarang bahkan gratis tanpa dibayar sepeserpun. Di Indonesia sendiri, kegiatan pemagangan sudah memiliki payung hukum berupa UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (yang kemudian akan diganti oleh Omnimbus Law RUU Cipta Kerja) dan turunanya berupa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri.

Baca Juga: Founder Desa Wisata Hanjeli Dinominasikan Menerima Kalpataru, Wabup: Abah Asep Sosok Multitalenta

Dari beberapa keresahan tersebut maka dari itu, tutur Anggi,  kami GMNI Sukabumi Raya dengan ini menyatakan : "1. Menolak Liberalisasi Pendidikan, 2. Wujudkan Kebebasan Berekspresi di Lingkungan Kampus, 3. Lawan Komersialiasi Melalui RUU Sisdiknas 
4. Wujudkan Pemerataan Pendidikan, 5. Stop Diskriminasi / Bullying di Ruang Lingku Pendidikan, 6. Berikan Tindakan Tegas Bagi Para Pelaku Pelecehan Seksual di Ruang Lingku Pendidikan," pungkasnya. 

Editor : Syamsul Hidayat

Tags :
BERITA TERKAIT