Sukabumi Update

Bupati Sukabumi Tanggapi Dugaan Pemicu Tanah Longsor di Cibadak

Bupati Sukabumi Marwan Hamami saat meninjau lokasi longsor Cibadak. (Sumber : SU/Ibnu)

SUKABUMIUPDATE.com - Bupati Sukabumi Marwan Hamami, memberikan respons terkait dugaan bahwa perumahan di atas lokasi Kampung Cibatu Hilir RT 01/11, Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, menjadi pemicu terjadinya tanah longsor.

Marwan menyatakan perlunya evaluasi terhadap semua izin, baik yang baru maupun yang sudah lama. Ia menyoroti fakta bahwa kejadian ini tidak terkait dengan Gunung Walat seperti yang awalnya dianggap longsor.

"Kita harus evaluasi seluruh ya, terutama izin-izin baru, izin lama juga kita akan ingatkan juga. Terutama ini tidak mungkin yang awalnya saya pikir itu Gunung Walat, saya berpikir waktu mendengar ada longsoran di Cibadak," ungkap Marwan.

"Ternyata di sini, ini yang menjadi persoalan, bukan persoalan baru sendiri ya, hari ini kan izin ini lewat Online Single Submission (OSS)," lanjutnya.

Menurut Marwan, OSS itu mereka secara sistem seharusnya dimulai dari proses awal ruang, dimana bisa tidak tempat itu dimanfaatkan untuk perumahan atau industri atau apapun.

"Rata-rata hari ini mereka mengajukan izin lewat OSS Itu dia tidak pernah dia tidak pernah dilalui, ketika turun ada masalah dengan lingkungan, dimana mereka akan berusaha atau akan mendirikan kegiatan ini akhirnya menjadi polemik ke pemerintah daerah," ujarnya.

Ia menekankan, di sistem aplikasi yang diinput oleh mereka itu seharusnya mengelurkan izin salah satunya adalah ruang di tempat itu diperbolehkan atau tidak.

"Nah ini yang tidak tidak terlihat hari ini, atau misalnya kalau industri saja, misalnya industri ini bukan untuk industri yang sifatnya pencemaran. Tiba-tiba muncul industri yang menyebabkan pencemaran, tapi karena tanahnya sudah dibeli akhirnya dilematis dan mereka mengajukan ke Kementerian untuk merubah ruang yang kadang-kadang menjadi persoalan," bebernya.

Ia menyatakan perumahan tersebut sejak beberapa tahun lalu izinnya sudah keluar, sehingga hal tersebut ketika masa peralihan dirinya menjabat Bupati Sukabumi.

"Sama dengan Perumahan tadi ini, 2015-2016 izin keluar berati peralihan ketika saya baru masuk, Ini sudah keluar nama izinnya. Makanya pak camat sudah diingatkan, pak kepala desa dan pak camat untuk melihat ruang dimana akan terjadi kegiatan itu berlangsung," katanya.

Perlu diingatkan bilamana sampai bisa pengembang Industri atau tidak bisa, contohnya ada industri hari ini sudah berapa tahun di atas perumahan, di bawah industri daerah Parungkuda, sudah hampir 5 tahun polemik terus.

"Karena biasanya kan mana anak ayam mana telur duluan, bertahan di situ. Tetapi kalau lihat dari konsentrasi mereka membangun di gawir model gitu (jurang seperti itu), kan juga beresiko kepada penduduk yang ada di bawahnya, bangun di komplek dimana alasan mereka saya lebih duluan, nah itulah inilah butuhnya satu keyakinan," katanya.

Marwan menambahkan bahwa dari 47 kecamatan yang ada, baru lima kecamatan yang memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang telah disahkan. Ia mengingatkan pentingnya keyakinan dan pertimbangan yang matang dalam merencanakan penggunaan ruang di daerah tersebut.

"Bagaimana ruang ini hari ini baru beberapa kecamatan yang ada RDTR-nya sudah disahkan. 47 Kecamatan kita punya hanya baru 5 RDTR yang turun dari Cicurug Cibadak Pelabuhan Ratu, daerah utara rata-rata," ungkapnya.

Contoh hal lainnya, sambung Marwan, Curug Kembar, yang mana daerah pergeseran setiap tahun, namun masyarakat seperti orang yang berangkat dan pulang kerja di Saudi.

"Karena punya duit, meskipun dilarang membangun rumah permanen dua tingkat saja, mereka tetap bangun," katanya.

Marwan menyebut, di Curug Kembar, dibawahnya masyarakat sudah mengetahui pergeseran tanah luar biasa, karena tanah dua meter ke bawah itu sudah pasir dan kerikil.

"Itu dengan rumah-rumahnya kegeser semua, tapi bagi mereka mungkin sudah biasa. Jadi kalau geser rumah itu nanti ada kesepakatan adat, bahwa tanah yang rumahnya dia di situ jadi diganti ke pemilik yang untuk diganti lahan baru, lahan yang dia geser jadi lahan mereka," paparnya.

"Itu hukum adat mereka tapi tetap saja persoalannya ketika hari ini mereka mau dipindahkan agak sulit, katanya saya lahirkan didieu gede didieu, lah sagala rupa, (lahir di sini dan besar di sini, lah segalam macam), hal ini pun mungkin seperti itu," pungkasnya menambahkan.

Editor : Denis Febrian

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI