Sukabumi Update

Pakai Alat Bantu Seks dan Modus Beri Doa, Pelaku Pelecehan Santriwati di Sukabumi

AU (44 tahun) saat dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolres Sukabumi pada Kamis (22/2/2024). | Foto: SU/Ilyas Supendi

SUKABUMIUPDATE.com - Fakta baru terungkap dalam kasus pelecehan seksual yang dilakukan AU (44 tahun), pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Desa Sukamukti, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi. Polisi menyatakan pria yang digelari ustaz itu menggunakan alat bantu seks saat melancarkan aksinya.

AU diduga melakukan pelecehan seksual terhadap dua santri dan lima santriwati. Namun sementara ini polisi baru mengidentifikasi lima santriwati sebagai korban. Tindakan asusila ini dilakukan AU di lingkungan ponpes yang ternyata belum memiliki izin operasional. Adapun modus yang dilakukan AU adalah membacakan doa.

"Kami ungkap suatu tindak pidana pencabulan atau rudapaksa yang dilakukan terhadap anak di bawah umur di lingkungan pondok pesantren di wilayah Kabupaten Sukabumi," kata Kapolres Sukabumi AKBP Tony Prasetyo Yudhangkoro kepada wartawan dalam konferensi pers di Mapolres Sukabumi pada Kamis (22/2/2024).

Tony mengungkapkan AU melakukan aksi kotornya dengan modus membacakan doa kepada korban. Namun, AU memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan pelecehan seksual terhadap korban menggunakan alat bantu seks berbentuk kelamin laki-laki. Menurut Tony, korban rata-rata berusia remaja 16 sampai 18 tahun.

Kondisi ponpes yang dipimpin AU (44 tahun) di Desa Sukamukti, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi. | Foto: IstimewaPonpes yang dipimpin AU (44 tahun) di Desa Sukamukti, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi. | Foto: Istimewa

Baca Juga: Pesantren Sepi, Buntut Pimpinan Ponpes di Sukabumi Lecehkan Santri dan Santriwati

"Pelaku memanggil para korban ke rumahnya yang masih di lingkungan pondok pesantren dengan alasan meminta tolong menjaga anaknya. Pelaku kemudian membujuk para korban dengan cara berpura-pura mendoakan mereka dan memanfaatkan kepatuhan korban untuk melakukan pelecehan seksual dengan alat bantu seks. Motif pelaku adalah nafsu," ujar dia.

Tony menyebut perbuatan AU terhadap lima santriwati ini sudah berlangsung selama satu tahun. "Korban lima anak, rata-rata berusia 16 sampai 18 tahun. Kami mendiksikan korban sebagai anak karena masih di bawah umur. Kejadian ini berlangsung selama hampir satu tahun karena tahun kemarin beberapa di antaranya masih di bawah umur," ungkap dia.

Barang bukti dalam kasus ini, kata Tony, antara lain pakaian yang digunakan para korban dan alat bantu seks. "Kepada yang bersangkutan AU akan kami tersangkakan Pasal 82 UU Perlindungan Anak dengan ancaman penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun," ujarnya.

Baca Juga: Modus Masukkan Khodam, Pimpinan Ponpes di Sukabumi Lecehkan Santri dan Santriwati

Sebelumnya diberitakan, beberapa santri ikut menjadi korban pelecehan seksual AU. Terhadap murid laki-lakinya, AU menggunakan modus memasukkan khodam. Dalam tradisi spiritual, khodam merujuk pada entitas yang dipercaya memiliki kemampuan dan kekuatan gaib. Salah satu santri tersebut adalah MR (20 tahun).

MR menjadi sasaran pelecehan seksual setelah satu tahun menjadi murid di ponpes yang dipimpin AU. MR yang saat ini sudah empat tahun menimba ilmu di sana, mengatakan dugaan asusila berawal dari keinginan AU memasukkan khodam kepada dirinya. Namun, ada persyaratan aneh yang diminta AU terhadap MR sebelum memasukkan khodam.

Pada suatu malam, AU memanggil MR dan memintanya untuk merayu dan mencumbui istrinya sendiri. MR tentu kaget dan bingung sehingga sempat menolak permintaan tersebut, terlebih harus dilakukan terhadap istri gurunya sendiri.

"Suatu malam saya dipanggil oleh guru ngaji sekaligus pimpinan ponpes (AU), dengan maksud untuk memasukkan khodam. Tapi syaratnya harus merayu dan bercumbu dengan istrinya. Saya kaget, dalam pikiran bimbang, mengapa harus bercumbu dan merayu istri guru," kata MR pada 9 Februari 2024.

Setelah malam itu menolak, beberapa malam berikutnya MR kembali dipanggil oleh AU dan diminta melakukan hal serupa dengan alasan yang sama yakni akan memasukkan khodam. Namun kali ini alasan lain muncul, selain soal khodam, AU berdalih akan menyampaikan wasiat dari Pakidulan kepada istrinya melalui khodam tersebut.

MR lagi dan lagi menolak permintaan AU. Begitu juga istri AU, menolaknya. Tetapi, permintaan yang sama terus disampaikan AU kepada MR. Singkatnya, dalam satu kesempatan, tidak tahu apa yang terjadi, istri AU tiba-tiba menelepon MR dan meminta bertemu di sebuah ruangan. Alhasil, percumbuan yang diinginkan AU terjadi.

"Pertemuan di ruangan tersebut diketahui oleh pak ustaz (AU). Tidak lama setelah itu saya kembali ke kobong. Malam berikutnya saya dipanggil lagi oleh pak ustaz (AU) serta kembali merayu dan bercumbu dengan istrinya. Saat itu dua kali disuruh (menerima) dimasukkan khodam, sedangkan tiga kali melakukan percumbuan," ujar MR.

Sejak rentetan kejadian itu, MR menyebut tak lagi diminta melakukan perbuatan serupa. Baru tiga tahun kemudian, tepatnya Desember 2023, MR dipanggil dengan alasan AU menyebut khodam (melalui tubuh AU) ingin berbicara dengan MR. Pembicaraannya adalah soal hubungan MR dengan salah satu santriwati yang juga menjadi korban.

"Saat itu saya bertanya kepada khodam apakah kalau saya menikah dengan Y (santriwati) akan bahagia. Khodam yang masuk dalam diri pak ustaz menyebut hubungan saya dengan Y akan bahagia dan langgeng. Setelah itu saya diminta melakukan hal yang sama seperti dulu (merayu dan bercumbu dengan istri AU)," katanya.

Editor : Oksa Bachtiar Camsyah

Tags :
BERITA TERKAIT