Sukabumi Update

Kisah Leuweung Geledegan di Pajampangan Sukabumi, Hewan Buas dan Mitos Keangkerannya

Leuweung Hideung Sungai Cikaso di Kecamatan Cibitung, Kabupaten Sukabumi. | Foto: Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com - Pajampangan dengan potensi alamnya memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan wilayah lain di Kabupaten Sukabumi. Selain laut yang langsung berbatasan dengan perairan Samudra Hindia, Pajampangan juga memiliki hutan atau leuweung yang terkenal. Hutan-hutan ini menjadi sumber kehidupan masyarakat.

Berbagai cerita rakyat muncul soal keberadaan hutan belantara di Pajampangan atau biasa disebut Leuweung Geledegan. Sejumlah tempat tersebut adalah Hutan Batu Bokor Desa Cipeundeuy Surade, Hutan Pasirpiring Waluran, SM Cikepuh Ciracap dan Ciemas, Hutan Cibanteng Ciemas, serta Leuweung Hideung Tegalbuleud dan Cibitung.

Kemudian di Kecamatan Kalibunder, terdapat Leuweung Hanjuang Tengah. Sementara di Jampangtengah, Purabaya, Sagaranten, dan Cidolog, ada Leuweung Hanjuang Wetan.

Tokoh Pajampangan, Ki Kamaludin (73 tahun), mengungkapkan sebelum masa reformasi, beberapa leuweung di Pajampangan merupakan hutan yang masih terjaga dengan keanekaragaman tumbuhan dan hewan. Bahkan pada saat itu warga dilarang masuk ke kawasan hutan, kecuali dengan pengurusnya serta tokoh di tempat tersebut.

Baca Juga: “Menghidupkan Kembali” Harimau Jawa dari Cipeundeuy Pajampangan, Sukabumi Selatan

"Leuweung Geledegan yang sering menjadi bahan cerita di Pajampangan adalah Leuweung Hejo di sekitar Leuweung Cibabi atau SM Cikepuh, Leuweung Hideung di Cibitung, Pantai Karang Bolong, Leuweung Kadudahung, pinggiran Sungai Cikaso, Leuweung Citorek Tegalbuleud, Leuweung Pasirpiring (Hanjuang Barat), dan Hanjuang Tengah di Lengkong," kata dia kepada sukabumiupdate.com, Senin, 25 Maret 2024.

Ki Kamaludin menyebut hutan-hutan itu terkenal angker karena menjadi habitat hewan buas dan mitosnya banyak masyarakat yang masuk ke hutan tidak dapat pulang, salah satunya di Leuweng Hideung yang juga berkaitan dengan Hutan Cimindi. Kawasan hutan ini berada di Kecamatan Surade. Ki Kamaludin mengatakan salah satu ceritanya terjadi pada 1970.

"Ada warga bernama Ki Awit (lahir tahun 1905), yakni seorang pemburu madu asal Kecamatan Surade. Pada 1970 bercerita sempat menyasar di Hutan Cimidi yang sudah biasa dijelajahi mencari madu. Jadi saat itu dia panen padi huma di hutan. Setelah selesai panen, sore hari, sehabis makan, lalu sakit perut dan ingin buang air besar. Ki Awit pun mencari lokasi untuk buang air besar dan menemukan kayu. Di atas kayu itu Ki Awit buang air besar. Setelah selesai, mau pulang dan sudah jauh jalan kaki. Tapi ternyata masih keliling di lokasi itu, dekat pohon sempur yang biasa dia lewati. Akhirnya dia pasrah dan kelelahan hingga malam hari," katanya.

"Pada malam hari, dia melihat cahaya di laut Cicaladi, ternyata dua orang suami istri sedang memburu ikan (ngobor). Lalu Ki Awit diajak ke saung untuk mennginap. Di saung itu ada seorang nenek kakek mertua dari laki laki yang mencari ikan. Kakek pemilik saung itu menyuruh Ki Awit untuk membersihkan kayu tempat di mana dia buang air besar kalau mau pulang. Pada pagi harinya Aki Awit kaget, ternyata dia tidur di bawah pohon sempur. Dia kemudian pergi mencari kayu itu dan ternyata adalah nisan kuburan kuno. Setelah dibersihkan dia pulang. Keluarga yang di rumah kaget karena Ki Awit hilang satu minggu, namun perasaannya dia hilang satu malam. Dari cerita itu diketahui makam kuno tersebut milik Mbah Jaka Pati Sawarna," ujar Ki Kamaludin.

Cerita lain diungkapkan Ki Kamaludin yaitu soal Gunung Lingkung di kawasan Leuweung Hanjuang Tengah. Tempat ini dikenal dengan nama Leuweung Ragadiem di mana pada bagian tengah terdapat sumber mata air Kahuripan (anak Sungai Cikaso) serta mata air Sungapan Cikabuyutan, lalu mata air Cijampang yang bermuara ke Sungai Cibuni.

Adapun disebut Ragadiem karena itu tempat suci (kamandalaan) atau tempat para pertapa bersemadi. "Menurut cerita, hutan Ragadiem adalah tempat Prabu Kuda Lalean bertapa sehingga diberi gelar Sang Abhiseka Bagawan Batara Danghiyang Guru Sanghiyang Bunisora Suradipati Danghiyang Guru di Jampang. Nama sungai tempat dia mengungsi disebut Cisokan serta sungai Cijampang bermuara ke Sungai yang kini disebut Cibuni (Sang Hiyang Bunisora), memisahkan Kabupaten Sukabumi dengan Kabupaten Cianjur. Prabu Kuda Lalean alias Prabu Mangkubumi merupakan raja Kerajaan Sunda Galuh Perwalian Hiyang Bunisora sekitar 1357-1363. Gunung Lingkung juga tempat para gerilyawan dan dijadikan markas pertahanan sekitar 1947-1949," katanya.

Editor : Oksa Bachtiar Camsyah

Tags :
BERITA TERKAIT