SUKABUMIUPDATE.com - Semangat puluhan pelajar RA, MD, dan MTs Miftahul Barokah di Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, tetap menyala meski dihadapkan pada kondisi sulit. Mereka terpaksa belajar di tenda darurat setelah bangunan sekolahnya rusak parah akibat pergerakan tanah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi sukabumiupdate.com, sejak Senin, 6 Januari 2025, dua tenda darurat berukuran 5x8 meter dari BNPB berdiri menggantikan ruang kelas yang saat ini tidak layak pakai. Satu tenda digunakan untuk siswa dan siswi RA dan MD, sedangkan tenda lainnya menjadi tempat belajar murid MTs.
Situasi ini membuat kondisi belajar jauh dari kata nyaman. Dua kelas digabung dalam satu tenda, dengan dua guru mengajar bersamaan. Panas dan ruang sempit menjadi tantangan.
"Setiap hari sekitar 30 hingga 40 siswa hadir, tergantung situasi. Banyak dari mereka tinggal di pengungsian atau menumpang di rumah saudara yang jauh dari sini. Mengajar di tenda sudah biasa, tapi kondisi panas membuat siswa dan guru harus memakai pakaian pendek,” kata Yusnandi, guru Bahasa Sunda di MTs Miftahul Barokah, Jumat (10/1/2025).
Baca Juga: 2 Motor Terperosok, Lantai PAUD Di Cidadap Sukabumi Amblas Akibat Pergerakan Tanah
Menurut Yusnandi, kondisi sekolah semakin memburuk setelah beberapa kali dihantam pergerakan tanah. "Belajar seperti biasa tapi seadanya di tenda, disatukan. Kami terpaksa pindah ke tenda karena sekolah sudah parah, keramiknya retak-retak. Ini telah tiga kali terjadi. Awalnya hanya retakan biasa, tapi sekarang dampaknya meluas sampai pondok pesantren kobong hancur di bagian tembok," ujar dia.
Yusnandi berharap pemerintah segera turun tangan memberikan solusi, baik untuk pembangunan kembali sekolah maupun bantuan bagi warga yang terdampak. "Katanya ada lokasi baru untuk hunian sementara, tapi baru siap enam bulan lagi. Kami berharap pemerintah mempercepat prosesnya," ungkapnya.
Sementara itu, Siti Maria, siswi kelas VIII MTs Miftahul Barokah, mengungkapkan tantangan belajar di tenda darurat. Cuaca panas dan hujan membuat kondisi belajar semakin sulit. "Kalau panas ya gerah, kalau hujan becek. Di sini sempit karena tiga kelas digabung jadi satu. Saya ingin sekolah cepat pulih supaya bisa belajar lagi di ruang kelas," katanya.
Dia juga mengungkapkan bahwa pondok pesantren tempat dirinya mondok ikut terdampak pergerakan tanah. "Saya tinggal di Buniwangi dan mondok di sini. Tapi sekarang pesantrennya juga rusak karena pergeseran (pergerakan) tanah," ujar Siti.
Editor : Oksa Bachtiar Camsyah