Sukabumi Update

Dari Aria Wangsa Reja ke Asep Japar: Deretan Bupati Sukabumi Sejak 1870

Asep Japar, Bupati Sukabumi terpilih masa jabatan 2025-20230 | Foto : Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com - Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Sukabumi atau dikenal istilah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dipilih secara langsung oleh rakyat mulai diberlakukan sejak tahun 2005, Pilkada langsung pertama menghasilkan kepemimpinan Sukmawijaya-Marwan Hamami (2005-2010)

Sebelumnya Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Sukabumi tahun 2000 masih dipilih oleh DPRD dengan menghasil kepemimpinan Maman Sulaeman - HM. Ucok Haris MY. (2000-2005).

Sejarawan Sukabumi, Irman Firmansyah, mengatakan Pemilihan Kepala Daerah bukanlah hal baru dalam pola pemerintahan di wilayah Sukabumi. Pada masa VOC di wilayah Sukabumi sempat ada wilayah mandiri yang ditunjuk oleh Gubernur Jendral Willem van Outhoorn kepada Angabei Naija Mangala, Kepala Negorij Jampan (Negri Jampang), yang diperbolehkan mandiri dengan umbulnya.

Naija Mangala sendiri adalah kepala Jampang yang sudah tinggal bertahun-tahun di Jampang bersama para umbul dan kemudian ditunjuk oleh VOC untuk mengepalai beberapa umbulnya, diantaranya Ubul Naija Gati dengan 45 cacah, Umbul Wirabaya dengan 25 cacah, Umbul Wangsa candra dengan 81 cacah, umbul Arsad Jaya dengan 10 cacah dan Umbul Wira nanga dengan 10 cacah. Sementara sisanya adalah para cacah alihan atau pindahan yang jumlahnya sekitar 82 cacah. Kemudian ada yang diijinkan tinggal disebelah utara Cimandiri hingga Sungai Citarik sekitar 25 Cacah bersama 126 kepala.

Saat itu, kata Irman, mereka masing-masing diwajibkan untuk menyetor satu kati nila halus kering yang disiapkan oleh seluruh rakyatnya dan dibawa ke Batavia untuk dibayar, dan juga untuk membuat benang kapas sebanyak-banyaknya.

Bahkan, semua sarang burung juga harus dikirim ke Batavia dan ditujukan kepada Gubernur Jenderal. Keputusan ini dibuat di Kastil Batavia pada tanggal 28 Juni 1700 dan dicap dengan tinta merah.

“Jika merujuk pada Keputusan ini maka penunjukan Kepala Daerah saat itu sebagian masih mengadopsi sistem vasal mataram yang mewajibkan upeti, meskipun ada embel-embel dibayar,” kata Irman dalam keterangannya kepada sukabumiupdate.com, Selasa (11/2/2025).

Sayangnya wilayah yang kemudian mencakup wilayah jampang Mandiri ini dimasukan ke wilayah Cianjur pada tahun 1715, hal ini dikarenakan banyaknya perlawanan dari Masyarakat Jampang mulai dari Raden Prawatasari, Dermakusuma, Singa Taruna hingga pemberontakan para ulama Jampang.

Untuk meredamnya maka, Jampang dimasukan ke wilayah Cianjur di bawah kepala Wiratanu yang sebelumnya sudah menguasai wilayah Sukabumi sebelah utara dan dianggap mandiri sejak tahun 1691.

“Sejak masuknya Jampang ke Cianjur maka praktis wilayah Sukabumi menjadi bagian regentschap Cianjur yang dipimpin oleh seorang Regent yaitu Wiratanudatar III. Orang sunda maupun Jawa menyebutnya Bupati, istilah ini cukup tua. Dalam prasasti sanghyang tapak Cibadak sudah menyebut nama raja sunda Sri Jaya Buphati yang dalam Bahasa Sansekerte Buphati bermakna pejabat di bumi,” jelas Irman.

Selanjutnya, kata penulis buku Soekabumi The Untold Story itu, pada masa awal VOC meskipun ditunjuk pemerintah, posisi Bupati merupakan jabatan turun temurun, besar kecilnya kekuasaan Bupati terlihat dari banyaknya pembantu. Gajinya berupa hasil bumi dan pajak (leverantier).

Namun sejak masa Hindia Belanda para Bupati mulai ditunjuk dari karir, kecakapan dan loyalitas, bahkan para Bupati digaji layaknya pegawai pemerintah biasa. Maka para Bupati tidak lagi keluarga pemimpin wilayah tersebut, bisa jadi para menak di wilayah lain yang ditempatkan diwilayah yang berbeda sesuai penunjukkan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Pada masa Inggris, tepatnya tahun 1815 wilayah Sukabumi sebelah utara sempat dijual ke swasta dan dipimpin oleh seorang administrator Bernama Andries De Wilde. Wilayah yang disebut Vrijeland ini dikelola mandiri, namun pada tahun 1821 dibeli kembali oleh pemerintah Hindia Belanda.

Munculnya Kembali pemimpin daerah di Sukabumi adalah ketika terjadi pemisahan afdeling Cianjur dan Sukabumi pada tahun 1870. Meskipun secara administratif masih dibawah Kabupaten Cianjur, namun mulai ada pemimpin daerah di sukabumi dari kalangan pribumi yaitu seorang patih dan juga wakil Belanda yaitu asisten residen.

Diangkatnya patih pertama yang bernama Aria Wangsa Reja melalui Staatsblad No. 121 Tahun 1870 pada tanggal 10 September 1870 yang kemudian hari menjadi hari jadi Kabupaten Sukabumi. Patih ini bukanlah pituin Sukabumi tapi berasal dari Garut dalam bekerjanya yang diawasi oleh asisten residen Sukabumi.

Patih-patih Sukabumi selanjutnya ditunjuk melalui mekanisme yang sama diantaranya selanjutnya Aria Kartareja, Patih Aria Kartadikusumah, Patih Suria Natalegawa, Patih Suryana Pamekas (menjabat pada 8 Oktober 1905), Patih Suryaningrat dan Patih Soerianatabrata 1913-1921.

“Mereka dianggap sebagai pegawai yang cakap oleh pemerintah kolonial, namun karena para patih berasal dari kalangan menak yang juga masih berhubungan keluarga, dan masing-masing berkeinginan pula supaya keluarga atau anaknya yang ditunjuk, maka ada pula yang sebagian memiliki keluarga dekat bahkan hubungan ayah anak. Sebagai contoh Patih Sukabumi Kartadi Kusumah merupakan anak dari Raden Haji Musa Limbangan Garut,” tutur Irman.

Anaknya sendiri yang Bernama Kartawinata yang bergelar Suria Natalegawa menjadi patih Sukabumi menggantikannya melalui telegram pada tanggal 17 Juli 1892. Kelak dia menjadi Bupati Garut dan mendirikan Negara Pasundan pada masa Revolusi fisik.

Baca Juga: Sejarah Hari Jadi Kabupaten Sukabumi

Kemudian R. Soeria Nata Pamekas juga adalah orang yang cakap dan menjadi salah satu tokoh Balai Pustaka. Saat program politik etis sempat dibentuk sebuah komisi dibawah penasehat urusan pribumi GAJ. Hazeu, dengan beranggotakan Rinkes, van Ronkel, van Bemmel (inspektur pendidikan), Aria Dipa Koesoema (patih Batavia), Hoesein Djajadiningrat dan Soeria Nata Pamekas (Patih Sukabumi). Mereka bekerja sama dalam menjalankan Balai Pustaka dengan menyerap para penulis dan pujangga dijaman tersebut serta menerjemahkan buku-buku Belanda ke dalam bahasa Jawa dan Sunda.

Suria nata pamekas sebagai patih kemudian digantikan oleh keponakannya sendiri yaitu Soeria Nata Brata yang sebelumnya sempat menjabat sebagai wedana Palabuhanratu dan Wedana Sukabumi. “Karirnya cukup menonjol terutama ketika menjabat sebagai Wedana Palabuhanratu karena banyak programnya yang berhasil dalam mengangkat perekonomian nelayan, memberantas perjudian serta menginisiasi pengembangan pertanian,” imbuhnya.

Snouck Hurgronje bahkan memuji Raden Soeria Nata Brata sebagai patih yang rajin dan maju, maka tak heran kemudian hari dia diangkat menjadi Bupati Sukabumi.

Mengikuti perkembangan desentralisasi, maka Afdeling Soekaboemi berubah menjadi Regentschap (kabupaten) Soekaboemi terpisah dari Regentschap Tjiadjoer berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal tanggal 25 April 1921 Nomor 21 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 1921 Nomor 71.

Kemudian pada tanggal 7 Juli 1921 diangkat Raden (Adipati Aria) Soeria Nata Brata yang terkenal dengan sebutan Aom Dolih atau Dalem Gentong karena bertempat tinggal di kampung Gentong, Kecamatan Sukaraja sebagai Bupati Sukabumi. Disusul pengangkatan Raden (Demang) Karnabrata pada tanggal 26 Desember 1921 sebagai patih menggantikan Soeria Natabrata yang sebelumnya menjabat patih Afdeling Soekaboemi.

Pada masa pemerintahan Bupati R.A.A. Soeria Nata Brata pada tahun 1923 terjadi pemekaran wilayah di mana Priangan dipecah menjadi 3 (tiga) keresidenan, yaitu West Preanger (Priangan Barat), Midden Preanger (Priangan Tengah) dan Oost Preanger (Priangan Timur). West Preanger terdiri dari Sukabumi dan Cianjur dengan ibukotanya, Sukabumi. Dipilihnya Sukabumi sebagai Ibukota Priangan Barat sehubungan dengan perkembangan dan kemajuan perkebunan di Sukabumi sangat pesat.

Bupati kedua Sukabumi juga merupakan keponakannya yaitu R.A.A Soeria Danoeningrat yang juga menjadi Bupati Sukabumi kedua pada tanggal 22 Juni 1933. Danoeningrat yang dijuluki dalem gelung (karena tak pernah memotong rambutnya tapi digelung ditutupi udeng/penutup kepala) sebagai patih Sukabumi menggantikan Raden Demang Karnabrata Surya Danoeningrat yang merupakan Bupati terakhir masa Hindia Belanda hingga 1942.

Pada masa pendudukan Jepang RTA Surya Danoeningrat ini diangkat pula menjadi Bupati sampai masa kemerdekaan, dan diangkat Kembali oleh pemerintah pendudukan Belanda NICA pada tahun 1948 karena kedekatannya dengan Belanda. Hal ini ditunjukan dengan bantuan terhadap pasukan Belanda saat melakukan operasi di Indonesia.

Pada masa Jepang sempat ditunjuk R. Tumenggung Rangga Tirta Soeyatna (1942 -1945) dia adalah orang Bandung yang sempat menjadi patih karawang dan patih Bandung di masa Hindia Belanda.

Sejak proklamasi kemerdekaan, Sukabumi mengalami people power dimana kekuasaan direbut secara paksa oleh rakyat dari jepang. Maka penunjukan pertama Bupati Sukabumi dilakukan oleh rakyat dengan mengganti Bupati versi jepang dan digantikan oleh Mr. Haroen seorang pejuang pergerakan di Sukabumi yang juga anggota KNID diusulkan oleh Masyarakat untuk menjadi bupati dan kemudian ditetapkan oleh residen Bogor sebagai Bupati Sukabumi. Berdasarkan UU no 1 tahun 1945, kepala daerah dipilih oleh pemerintah pusat.

Namun tahun 1947 Belanda melakukan agresi ke Sukabumi sehingga pemerintah Republik mengungsi ke Nyalindung, Belanda kemudian mengangkat A. A. Hilman Djajadiningrat yang sebelumnya pegawai di wilayah Banten sebagai Bupati pada masa pendudukan, Selepas itu diangkat oleh pemerintah pendudukan Belanda (NICA) R. A. A. Soeriadanoeningrat 1947-1950 yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Bupati Sukabumi pada masa Kolonial Belanda hingga pengakuan kedaulatan.

Hingga kemudian muncul UU no 22 tahun 1948 dimana DPRD berhak mengusulkan pemberhentian kepala daerah. Namun karena Sukabumi diduduki Belanda, maka peraturan ini tidak dijalankan.

Pasca pembentukan negara RIS, Masyarakat Sukabumi meminta untuk keluar dari negara pasundan dan bergabung dengan Republik Indonesia, maka seiring bubarnya negara RIS diangkatlah R. A. Widjajasoeria (19501958) sebagai Bupati. Widjajasoerja aktif dalam pengamanan wilayah Sukabumi akibat pemberontakan DI/TII maupun Bambu Runcing.

Melalui UU no 1 tahun 1957 kepala daerah diangkat dan diberhentikan oleh mendagri dan calonnya diusulkan DPRD, hal ini berlangsung terus hingga peraturan berikutnya. “Banyak para Bupati Sukabumi pada masa ini yang cukup menonjol diantaranya R. Koedi Soeriadihardja Bupati Sukabumi ke-8 (1959-1967). Ia merupakan putera dari Rd Atje Martahadisoeria Martanagara dan merupakan generasi ke 13 keturunan dari Pangeran Santri dari Sumedang Larang. Pada masa pengambilalihan di Sukabumi beliau sempat menjabat sebagai camat Cikembar,” kata Irman.

Kemudian Kabupaten Sukabumi dipimpin oleh AKBP H. Anwari yang menjabat dua periode (1967- 1973 - 1973-1978). Masa jabatan Bupati Anwari saat itu cukup Panjang, mulai tahun 1967 hingga 1978. “Bupati Anwari dikenal tegas dan visioner memimpin Sukabumi layaknya Soeharto memimpin Indonesia pada masa awal,” tambahnya.

Bupati Anwari disebut juga Haji Anwari karena naik haji pada tahun 1963, merupakan pejabat lulusan sekolah polisi Sukabumi kelahiran Garut 21 Oktober 1929. Anwari diangkat sebagai Bupati Sukabumi pada tahun 1967 dan berpangkat AKBP (Ajun Komisaris Besar Polisi) menggantikan R. Koedi Soeriadihardja.

“Terobosan Anwari pada masa awal kepemimpinannya adalah pengusulan agar jabatan Ketua Dewan tidak lagi dirangkap oleh Bupati, hal ini merupakan upaya Anwari untuk membuat kinerja Dewan lebih profesional,” kata Irman.

Bupati Sukabumi kemudian dijabat oleh Ir. H. Muhammad pada periode pada tahun 1989-1994. Pada masa kepemimpinannya ia melakukan pembangunan infrastruktur dengan merintis pembangunan jalan tol Bogor-Sukabumi. Akan tetapi sampai tahun 1994, upaya menghubungkan kedua wilayah tersebut dengan jalan tol belum sempat terselesaikan.

“Kelebihan Muhammad adalah dia mempunyai konsep pemikiran tentang bagaimana membangun Sukabumi selatan. Pembangunan Sukabumi ini disebutnya Gerbang Mapak yaitu Gerakan Pembangunan Mandiri Pakidulan,” jelasnya.

Selanjutmya Bupati Sukabumi dijabat oleh birokrat kelahiran Garut, yaitu Drs. H. U. Moch. Muchtar (1994-1999). Utang Muchtar memiliki perhatian lebih pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. “Salah satu peranan Bupati Utang Mochtar dibidang Pendidikan adalah membentuk Yayasan Sukabumi Mandiri yang menaungi Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Widyapuri Mandiri. Selain itu, satu tahun menjelang jabatannya berakhir, ia berhasil menggolkan pemindahan kabupaten Sukabumi ke Palabuhanratu melalui keputusan pemerintah no 66 tahun 1998,”

Era reformasi UU no 22 tahun 1999 pilkada, dipilih dan bertanggung jawab kepada DPR. namun tidak langsung diimplementasikan. Drs. H. Maman Sulaeman yang menjabat pada 2000-2005 merupakan bupati terakhir dipilih DPRD, dalam masa jabatannya Maman fokus untuk memantapkan lahan Ibukota baru Sukabumi yang belum siap yaitu Palabuhanratu.

Baca Juga: Makna Perisai Hitam dan Gemah Ripah Loh Jinawi di Lambang Kabupaten Sukabumi

Mulai tahun 2004 melalui UU no 32 tahun 2004, dinyatakan bahwa kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dalam satu pasangan.

Maka dimulailah pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat. Pasangan Drs. H. Sukmawijaya dan wakilnya Marwan hamami adalah pasangan pertama yang dipilih rakyat pilkada langsung. Sukma sendiri menjabat selama dua periode 2005-2015. Sementara Drs. H. Marwan Hamami juga menjabat dua periode mulai 2016 hingga 2024. “Marwan adalah Bupati visioner yang merubah pola konsentrasi industri ke agrowisata,” tandasnya.

Terakhir, Pilkada Kabupaten Sukabumi yang digelar pada 27 November 2024 diikuti dua pasang calon, yaitu pasangan Iyos Somantri - Zaenul, dan pasangan calon Asep Japar - Andreas.

Berdasarkan keputusan KPU Kabupaten Sukabumi melalui nomor 3057 Tahun 2024 tanggal 6 Desember 2024, tentang rekapitulasi hasil pemilihan kepala daerah menetapkan pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Asep Japar-Andreas memperoleh suara terbanyak dengan 564.862 suara. Sedangkan paslon nomor urut 1 Iyos Somantri-Zainul meraih 498.990.

"Menetapkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sukabumi Nomor Urut 2 saudara Drs H. Asep Japar M.M. dan H. Andreas, S.E. dengan perolehan suara sebanyak 564.862 suara atau 53,10% dari total suara sah, sebagai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Kabupaten Sukabumi Periode Tahun 2025-2030 dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sukabumi Tahun 2024," kata Kadiv Teknis Penyelenggara KPU Kabupaten Sukabumi Abdullah Ahmad Mulya Syafi’i pada 6 Februari 2025.

Jumlah pemilih yang berpartisipasi dalam Pilkada Kabupaten Sukabumi 2024 mencapai angka 1.123.413, terdiri dari 1.063.852 suara sah dan 59.561 suara tidak sah.

Proses pelantikan pasangan calon yang diusung koalisi 5 partai yaitu, Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora). yang semula dijadwalkan pada 10 Februari 2024, karena sempat ada gugatan di Mahkamah Konstitusi, maka pelantikan Asep Japar-Andreas dan kepala daerah seluruh Indonesia dijadwalkan tangal 20 Februari 2025.

Profil Bupati - Wakil Bupati Sukabumi terpilih, Asep Japar dan Andreas

Asep Japar, yang lebih dikenal dengan nama Asjap, lahir pada 10 November 1963 di Garut, Jawa Barat. Ia menghabiskan masa kecil hingga menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di Garut, mulai dari SDN Cangkuang 1, SMP Negeri Leles, hingga SMA Negeri Leles. Setelah itu, Asep meraih sarjana di Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (Immi) Jakarta.

Asep Japar betkarir di pemerintahan dimulai pada 1990-2005, ketika dia bertugas di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kabupaten Sukabumi. Pada 2005-2006, dia dipindahkan ke Dinas Perhubungan Kabupaten Sukabumi. Kemudian, Asep menjabat sebagai kepala Bagian Perlengkapan Kabupaten Sukabumi pada 2006-2009.

Pada 2009 hingga 2019, Asep menjabat sebagai kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) Kabupaten Sukabumi. Kariernya di pemerintahan berlanjut ketika pada 2019, dia diangkat menjadi kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sukabumi, jabatan yang diembannya hingga pensiun pada 2023.

Di dunia politik, Asep mulai terlibat pada 2020 setelah bergabung dengan Partai Golkar. Pada 2024, dia menjabat sebagai bendahara Badan Saksi Nasional di Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Sukabumi.

Sementara Andreas sebagai calon wakil bupati Sukabumi dikenal sebagai seorang pengusaha. Sejak 2017, Andreas menjabat sebagai CEO Arfan Group, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti.

Andreas menempuh pendidikan di SDN Cilangkap 1, SMP Segar, SMU Mardi Yuana, dan kemudian melanjutkan studi ke jenjang S-1 di Universitas Pancasila. Selain itu, Andreas juga pernah mencalonkan diri dalam Pileg Jawa Barat, meskipun dia belum berhasil terpilih.

Sumber : Irman Firmansyah, Sejarawan Sukabumi

Editor : Syamsul Hidayat

Tags :
BERITA TERKAIT