Sukabumi Update

Duduk Perkara Sengketa Tanah Adat di Girijaya Sukabumi, KDM Tegaskan Tak Bisa Membantu

Lokasi tanah adat di Girijaya, Cidahu, Sukabumi, yang sengketa dan akan di ekskusi oleh pengadilan | Foto : Dok. warga

SUKABUMIUPDATE.com - Ketegangan menyelimuti warga Desa Girijaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, menjelang pelaksanaan eksekusi lahan yang dijadwalkan pada Rabu (12/11/2025). Lahan yang mereka sebut sebagai tanah adat peninggalan leluhur itu kini menjadi objek sengketa hukum. Berdasarkan surat pemberitahuan dari pengadilan, aparat akan turun ke lokasi untuk melaksanakan eksekusi.

Seorang warga bernama Aman menceritakan panjangnya perjalanan konflik tanah seluas 8,5 hektar dan dihuni oleh 12 kepala kelurga tersebut. Menurutnya, sengketa tanah sudah berlangsung lama dan kini sampai pada tahap akhir.

“Sekarang kami sudah di ujung eksekusi, besok hari Rabu pengadilan datang dan aparat turun,” ujar Aman kepada sukabumiupdate.com, Selasa (11/11/2025).

Aman menjelaskan, persoalan ini bermula dari sengketa internal keluarga yang sudah lama terjadi. Namun, pihak-pihak yang terlibat di awal sengketa disebutkannya kini telah meninggal dunia.

“Awalnya masalah di ranah hukum antara internal, tapi mereka semua sudah meninggal. Lalu tanah ini dijual tanpa izin pihak kami. Kami tidak pernah menjualnya, tapi dalam putusan ditulis kami menjual. Padahal yang digugat dulu adalah orang yang sudah meninggal,” kata Aman.

Baca Juga: Wajib Pajak Taat Diganjar Umrah, Bapenda: Jadi Motivasi Tingkatkan PAD Sukabumi

Menurutnya, persoalan kini berkembang karena muncul pihak ketiga dari Jakarta yang mengklaim telah membeli lahan tersebut. Aman menyebut pihak tersebut bukan bagian dari keluarga atau ahli waris, melainkan pembeli luar yang memperoleh tanah dengan cara yang dianggapnya tidak wajar.

“Sekarang kami berhadapan dengan pihak ketiga, bukan saudara, tapi orang Jakarta. Dulu pembeli sudah tahu tanah ini bermasalah, tapi tetap dibeli dan disertipikatkan. Kami ini merasa terzalimi,” ujarnya.

Aman menilai dalam proses hukum terdapat banyak kejanggalan dan permainan oknum. Ia menyebut adanya dugaan keterlibatan pihak yang tidak berhak namun ikut menggugat dan menjadi saksi.

“Dari awal ada dalangnya, pemain yang mengatur supaya tanah ini jatuh ke tangan orang lain. Padahal mereka bukan ahli waris, hanya keturunan samping yang iri karena harta mereka habis, sementara tanah kami masih utuh,” tuturnya.

Ia menuturkan, pihaknya telah berupaya mencari keadilan melalui jalur hukum, termasuk mengajukan banding ke pengadilan tinggi, namun hasilnya selalu sama.

“Kami sudah naik ke pengadilan tinggi, tapi selalu kalah. Pengadilan tinggi mana pun menguatkan putusan yang dari awal. Padahal banyak kejanggalan dalam putusannya, tidak sesuai dengan keadaan,” ucapnya.

Bagi Aman dan keluarga besar, tanah yang disengketakan merupakan tanah adat yang memiliki nilai sakral dan tidak boleh diperjualbelikan. Mereka mengaku telah menempati lahan tersebut secara turun-temurun selama ratusan tahun.

“Ini tanah adat sakral, disakralkan untuk dilestarikan, tidak boleh dijual belikan. Kami sudah di sini sejak leluhur sampai sekarang,” tegas Aman.

Baca Juga: Analisis Sentimen Publik: Soeharto Jadi Pahlawan, Suara Netizen Terbelah

Ia mengaku akan tetap bertahan di lokasi saat pelaksanaan eksekusi. “Hari Rabu besok kalau memang datang mau eksekusi, kami hadapi apa adanya. Kami rakyat kecil, tapi akan tetap bertahan,” ujarnya dengan nada pasrah.

Aman menutup ceritanya dengan harapan agar aparat penegak hukum dan pemerintah berpihak pada rakyat kecil yang selama ini tinggal di tanah leluhur mereka. “Yang seharusnya melindungi rakyat malah sekarang seolah mengayomi yang kuat. Kami cuma ingin keadilan,” katanya.

Sebelumnya, kreator media sosial Mang Kifly sempat mengunggah video di TikTok yang menyoroti keluhan warga Desa Girijaya terkait sengketa lahan adat ini. Dalam video yang dilihat sukabumiupdate.com, Senin (10/11/2025), Mang Kifly menjelaskan bahwa warga Girijaya sudah datang ke Lembur Pakuan, Subang, pada Agustus lalu untuk meminta bantuan hukum kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM).

Namun hingga November, pengaduan tersebut disebut belum mendapat tindak lanjut dari tim hukum Pemprov Jawa Barat.

“Pak Dedi iyeu kumaha Pak Dedi, pos pengaduan teh, iyeu warga Girijaya bulan Agustus datang ka Lembur Pakuan arek pengaduan, tapi sampai ka ayeuna iyeu teh can aya jawaban. Padahal warga teh datang ti Girijaya jauh-jauh teh lain rek menta duit jang mayar hutang lain, tapi rek menta bantuan hukum. Iyeu tanahna arek digusur, tanah adat Pak Dedi, tulung,” ujar Mang Kifly dalam videonya.

Menanggapi hal itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan penjelasan melalui unggahan video di akun media sosial pribadinya. Ia menyampaikan bahwa tim hukum Pemprov Jawa Barat tidak dapat menangani kasus keperdataan seperti yang dihadapi warga Girijaya.

“Setelah saya pelajari, ternyata kasus yang melanda saudara-saudara Mang Kifly itu adalah kasus keperdataan, sengketa antar keluarga, dan sudah kalah di Mahkamah Agung,” kata Dedi Mulyadi.

Baca Juga: Progres Tol Bocimi: 3 Jembatan Layang di Nagrak Sukabumi Sudah Bisa Dilintasi

KDM menegaskan bahwa tim hukum Pemprov Jabar hanya menangani perkara yang berkaitan dengan layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan, serta kasus hukum yang menimpa warga yang benar-benar terzalimi, misalnya tanah yang diserobot pihak lain atau warga yang terusir tanpa dasar hukum.

“Tentunya kita menghormati seluruh proses hukum. Tidak semua hal bisa diselesaikan oleh tim pengacara Provinsi Jawa Barat,” jelasnya.

Dalam keterangan pada unggahan videonya, Dedi Mulyadi juga menyampaikan harapan agar Mang Kifly dan warga Girijaya memahami posisi Pemprov Jabar dalam menangani perkara hukum yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Editor : Syamsul Hidayat

Tags :
BERITA TERKAIT