SUKABIMIUPDATE.com - Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Sukabumi akhirnya angkat bicara terkait keberadaan deretan tenda glamping mewah yang berdiri mencolok di tepi Pantai Citepus, Palabuhanratu. Fasilitas yang diduga milik warga negara asing (WNA) asal Korea itu ternyata tidak tercatat sebagai usaha pariwisata resmi.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, Ali Iskandar, menegaskan hingga saat ini glamping tersebut tidak terdaftar dalam database usaha pariwisata yang dikelola Dispar. Tidak ada laporan resmi, tidak ada izin usaha, dan tidak tercatat dalam sistem perizinan OSS-RBA.
"Unit usaha glamping itu belum tercatat sebagai usaha pariwisata terdaftar. Selain perizinan OSS-RBA, pelaku usaha wajib memastikan kesesuaian ruang dan melaporkan kegiatannya kepada pemerintah daerah," ujar Ali kepada sukabumiupdate.com, Rabu (10/12/2025).
Baca Juga: Polemik Glamping Citepus, Manajemen New Saridona Hotel Minta Maaf dan Luruskan Isu
Ali menjelaskan bahwa pendataan usaha pariwisata dilakukan melalui dua jalur: data perizinan OSS-RBA dari DPMPTSP dan hasil pemantauan lapangan yang dilengkapi laporan dari kecamatan, desa, serta masyarakat. Terlebih, kawasan pesisir menjadi titik yang diawasi secara ketat karena rawan pelanggaran ruang publik dan keselamatan.
"Setiap inisiatif usaha baru di kawasan pantai wajib memperhatikan rencana tata ruang, ketentuan sempadan pantai, status lahan, serta aspek keselamatan pengunjung," kata Ali.
Glamping mewah di Citepus itu disebut berada di area sensitif, tepat di jalur jogging track dan akses publik menuju pantai, sehingga dikhawatirkan mengganggu fungsi ruang terbuka yang sudah bertahun-tahun digunakan wisatawan dan warga setempat.
Ali menegaskan bahwa bila ditemukan aktivitas usaha tanpa izin atau berdiri di zona terlarang, Dispar akan segera berkoordinasi dengan perangkat daerah teknis dan Satpol PP.
"Jika dalam pemantauan ditemukan aktivitas usaha yang tidak jelas perizinannya atau berpotensi mengganggu ruang publik, kami koordinasikan dengan Satpol PP untuk langkah klarifikasi dan penertiban," tegasnya.
Baca Juga: 168 Korban dan Kerugian Ratusan Juta, Kasus Arisan Warungkiara Masuk Tahap Penyidikan
Ali menekankan prinsip utama Dispar yakni ruang publik tidak boleh dikorbankan demi kepentingan usaha apa pun. Pantai dan jogging track adalah ruang bersama yang tidak boleh diprivatisasi oleh pihak manapun termasuk investor asing.
"Pengembangan pariwisata tidak boleh menghilangkan hak masyarakat atas ruang publik. Jika ruang publik ditutup atau dihalangi bangunan, yang dirugikan bukan hanya warga, tetapi juga wisatawan dan citra destinasi itu sendiri," jelasnya.
Dispar mendukung penuh langkah Satpol PP untuk menertibkan bangunan yang mengganggu fungsi jogging track dan akses pantai. Ali juga mengingatkan agar setiap rencana investasi di kawasan pantai dikonsultasikan sejak awal.
"Kami membuka ruang dialog bagi pelaku usaha yang ingin berinvestasi di sektor pariwisata, tetapi garis besarnya tegas: pariwisata harus tumbuh tanpa memprivatisasi pantai dan ruang publik," pungkasnya.
Editor : Asep Awaludin