Sukabumi Update

Bentangkan Spanduk Protes, Korban Tanah Bergerak Gempol Sukabumi Setahun Hidup Dalam Ancaman

Spanduk protes warga penyintas bencana tanah bergerak di Gempol, Palabuhanratu, Sukabumi yang meminta direlokasi. Sabtu (20/12/2025). (Sumber: SU/Ilyas Supendi)

SUKABUMIUPDATE.com - Warga Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, hingga kini masih hidup dalam bayang-bayang bencana pergerakan tanah. Sudah lebih dari satu tahun berlalu sejak peristiwa pertama pada 4 Desember 2024, ratusan warga terpaksa tetap bertahan di rumah-rumah dengan kondisi rusak parah, retak, bahkan nyaris roboh.

Ancaman kembali terasa setelah pergerakan tanah susulan terjadi pada Kamis, 18 Desember 2025. Alih-alih mendapat kepastian, warga justru kian diliputi rasa takut dan ketidakpastian. Spanduk bernada protes pun terpasang di sejumlah rumah rusak dengan tulisan “Kapan Kami Direlokasi, Apa Nunggu Ada yang Mati Dulu! #KDM.

Hasim, tokoh masyarakat sekaligus ketua posko bencana Kampung Gempol, mengungkapkan kondisi psikologis warga yang semakin tertekan. Menurutnya, masyarakat sudah kehilangan rasa aman dan ketenangan sejak bencana pertama terjadi.

Baca Juga: Rumah Rata Disapu Luapan Sungai Cidadap, Gubernur Jabar Janjikan Relokasi Warga

"Yang jelas warga di sini merasa ketakutan, tidak ada ketenangan jiwa dan raga. Ini sudah satu tahun berjalan. Kejadiannya 4 Desember 2024, lalu terulang lagi 18 Desember 2025. Artinya ancaman itu nyata," ujar Hasim saat ditemui sukabumiupdate.com pada Sabtu (20/12/2025).

Ia menuturkan, pasca bencana pertama, warga sempat menerima janji dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait relokasi dan pemberian Dana Tunggu Hunian (DTH). Dana tersebut dijanjikan sebesar Rp600 ribu per bulan selama enam bulan, sembari menunggu pembangunan hunian relokasi.

Kkondisi rumah warga Gempol Palabuhanratu, Sukabumi.Kkondisi rumah warga Gempol Palabuhanratu, Sukabumi.

"Waktu itu dijanjikan semua korban akan dapat DTH dan direlokasi. Lokasi relokasi juga sudah disebutkan, dekat desa, tanahnya sekitar tujuh hektare. Bahkan pembagian lokasi untuk RT sudah diatur. Tapi sampai sekarang, alat berat tidak pernah turun, pembangunan tidak berjalan, dan DTH pun tidak pernah kami terima," ungkapnya.

Hasim menilai, lambannya realisasi membuat kepercayaan warga kian runtuh. Ia mengaku mendapat tekanan dari masyarakat yang terus mempertanyakan janji pemerintah yang tak kunjung terwujud.

"Jangan hanya janji dan janji. Warga butuh realisasi. Kalau begini terus, warga bertanya-tanya, apakah harus menunggu ada korban jiwa dulu baru bergerak," tegasnya.

Baca Juga: Secercah Harapan Warga Bangun Jembatan Darurat di Ruas Cibugel-Bangbayang Sukabumi

Terkait jumlah rumah terdampak, Hasim menjelaskan bahwa berdasarkan pernyataan tim geologi, seluruh wilayah Kampung Gempol dinyatakan sebagai zona merah dan tidak layak huni. Dari total 113 kepala keluarga yang terdata, hasil verifikasi terakhir menetapkan sebanyak 101 rumah dan KK yang dinyatakan berhak direlokasi.

"Yang menyatakan zona merah itu bukan kami, tapi pihak geologi. Kampung Gempol ini dinyatakan tidak aman. Fakta di lapangan, bangunan terus roboh dan retak," ucapnya.

Sementara itu, Teteng, Ketua RT 01 RW 07 Kampung Gempol, mengungkapkan bahwa sebagian warga sempat meninggalkan rumahnya dan memilih mengontrak tempat tinggal lain demi keselamatan. Namun, kondisi itu tidak bertahan lama karena janji bantuan biaya kontrakan tak pernah terealisasi.

"Beberapa warga tadinya sudah ngontrak. Tapi masalahnya uang kontrakannya tidak dibayar. Padahal sebelumnya ada perjanjian di atas segel, tertulis dan ditandatangani, bahwa akan diberikan bantuan uang kontrakan. Faktanya sampai sekarang tidak pernah muncul. Akhirnya warga terpaksa kembali lagi ke sini," ujar Teteng.

Ia menegaskan, janji bantuan biaya kontrakan tersebut disampaikan oleh pihak BNPB saat pertemuan dengan warga terdampak bencana.
"Yang menjanjikan itu dari BNPB. Waktu itu disampaikan saat kumpul dengan masyarakat. Bukan cuma ke RT, tapi langsung ke warga. Katanya ada anggaran untuk mengontrak rumah sementara. Warga pun menyebar, ada yang ngontrak di Cikadu, ada juga ke Palabuhanratu. Tapi sampai sekarang uangnya tidak ada, tidak dibayarkan," katanya.

Terkait janji relokasi, Teteng menyebut hingga kini belum ada satu pun realisasi, meski sudah berjalan lebih dari satu tahun sejak bencana pertama terjadi.

Baca Juga: Baru Diperbaiki Pasca Bencana, Jembatan Penghubung Antarkampung di Sukabumi Kembali Roboh

"Janji relokasi itu ada, tapi sampai sekarang sudah setahun lebih, tidak ada realisasi sama sekali. Karena itu warga akhirnya balik lagi ke rumah masing-masing meskipun kondisinya sudah rusak dan rawan," ungkapnya.

Ia menambahkan, sempat ada wacana penempatan sementara di balai desa, namun dinilai tidak layak dan tidak menyelesaikan persoalan keselamatan warga.

"Katanya mau ditempatkan di balai desa, tapi itu juga tidak cocok. Kondisinya sama saja, masih di wilayah rawan. Kalau seperti itu, buat apa dipindahkan," tegasnya.

"Harapan warga sekarang cuma satu, bagaimana mengamankan jiwa dan raga. Warga ingin segera direlokasi ke tempat yang benar-benar aman. Itu yang paling dibutuhkan saat ini," pungkasnya.

Editor : Asep Awaludin

Tags :
BERITA TERKAIT