Sukabumi Update

Tangis Yeni Warga Gempol: Setahun Bertahan di Rumah Retak, Tidur di Dapur-Keluar Masuk Lewat Jendela

Yeni penyintas pergerakan tanah di Kampung Gempol, Desa Cikadu, Palabuhanratu Sukabumi saat menunjukan kondisi rumahnya yang memprihatinkan. (Sumber Foto: SU/Ilyas)

SUKABUMIUPDATE.com – Tangis Yeni (39 tahun) pecah saat menceritakan kepedihannya bertahan di bangunan yang nyaris roboh. Warga Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi ini sudah setahun lebih hidup dalam bayang-bayang maut akibat bencana pergerakan tanah yang terjadi sejak 4 Desember 2024.

Pantauan sukabumiupdate.com di lokasi, Sabtu (20/12/2025), kondisi rumah Yeni sangat memprihatinkan. Dinding tembok retak dan miring, hanya ditopang kayu serta bambu seadanya. Lantai rumah rusak parah, bahkan pintu utama sudah tidak bisa dibuka karena struktur bangunan yang amblas, memaksa keluarga ini keluar masuk rumah melalui jendela.

“Hancur, Pak. Semuanya hancur, dinding, lantai. Dinding sudah miring, makanya ditunjang takut ambruk. Di sini banyak anak kecil,” ucap Yeni dengan suara bergetar.

Ia mengaku hingga kini masih terpaksa menempati rumah tersebut bersama suami, dua anak, dan dua cucunya. Salah satu anaknya bahkan masih berusia tiga bulan. Ketakutan terbesar muncul setiap kali mendung menggelayut di langit Palabuhanratu.

“Kalau hujan saya enggak bisa tidur. Dari tahun kemarin setiap hujan enggak bisa tidur. Kalau enggak hujan masih mending. Tapi kalau hujan, saya was-was,” katanya.

Baca Juga: Bentangkan Spanduk Protes, Korban Tanah Bergerak Gempol Sukabumi Setahun Hidup Dalam Ancaman

Rasa takut itu memuncak ketika kondisi rumah kian memburuk. Demi keselamatan, salah satu cucunya bahkan terpaksa dibawa pergi oleh ayahnya.

“Cucu saya tadi malam diambil sama bapaknya. Katanya takut rumah roboh. Padahal awalnya cucu saya diurus sama saya. Saya sedih, Pak,” tuturnya sambil menangis.

Yeni menceritakan, pascabencana tahun lalu, warga sempat diminta untuk mengontrak rumah sementara dengan janji akan diberikan bantuan biaya kontrakan sebesar Rp600 ribu per bulan. Namun janji tersebut tak pernah terealisasi.

“Katanya mau dikasih uang kontrakan, tapi kenyataannya enggak ada. Saya sama suami pulang lagi ke sini. Lantainya ini diperbaiki seadanya sama suami. Asalnya keramik, sekarang rusak semua,” ungkapnya.

Saat hujan deras turun di malam hari, keluarga Yeni memilih tidur di dapur yang sempit demi menghindari bangunan utama yang rawan roboh.

“Tidurnya di dapur. Sempit, banyak nyamuk. Anak saya nangis, takut katanya, takut rumah roboh,” ujarnya lirih.

Baca Juga: Janjikan Relokasi Rumah Untuk Warga Cidadap, KDM Ultimatum Pemda Sukabumi Tutup Tambang Ilegal

Harapan Yeni sederhana: tempat yang aman untuk berteduh, meski hanya sementara. “Saya pengin ada rumah atau apa lah buat berteduh. Sekarang tenda juga enggak apa-apa, daripada di sini takut. Saya ingin tempat tinggal sementara, soalnya ada anak kecil umur 8 tahun sama 5 tahun. Kalau hujan mereka enggak bisa tidur,” pintanya.

Ia juga menyebutkan, janji relokasi yang pernah disampaikan hingga kini belum ada kejelasan. Padahal, pergerakan tanah kembali terjadi pada 18 Desember 2025, memperparah kondisi rumah warga.

“Katanya mau dipindahin, tapi sampai sekarang enggak ada. Ini sudah setahun. Kemarin kejadian lagi tanggal 18 Desember 2025,” pungkasnya.

Di tengah rumah yang retak dan nyaris ambruk, Yeni dan keluarganya hanya bisa berharap perhatian dan tindakan nyata. Bagi mereka, bertahan bukan pilihan melainkan keterpaksaan, sambil menunggu keselamatan benar-benar datang.

Editor : Denis Febrian

Tags :
BERITA TERKAIT