SUKABUMIUPDATE.com - Malam itu Minggu (28/12/2025), Sungai Cimerang yang biasanya mengalir tenang di depan rumah, datang membawa kabar buruk. Ia berubah menjadi arus ganas tanpa aba-aba, membangunkan Agus Sukandi (52) warga Kampung Cipeusing, RT/RW 03/05, Desa Cimerang, Kecamatan Purabaya, Kabupaten Sukabumi, dari tidurnya dan menyeretnya ke dalam pertarungan hidup dan mati.
Agus tak pernah menyangka malam itu akan menjadi malam terpanjang dalam hidupnya. Saat hujan mengguyur tanpa jeda, ia terlelap sendirian di rumahnya yang berdiri tepat di depan sungai. “Awal mulanya waktu banjir saya juga nggak pernah sadar gitu ya. Karena saya lagi tidur. Lagi tidur itu kedengaran pintu meledak,” ujarnya saat ditemui Sukabumiupdate.com, Senin malam (29/12/2025).
Ia terbangun dalam kepanikan, dimana air sudah mengepung rumah, menutup semua jalan keluar. “Lalu saya bangun, saya bangun itu sudah kejebak air. Lalu saya sudah kejebak air kan nggak ada siapa-siapa, cuma saya sendiri,” katanya. Dalam hitungan menit, air menerobos masuk. “Sudah itu saya langsung keluar, langsung sudah air semua masuk,” ucap Agus.
Baca Juga: Cerita Pilu Kiki, Rumah Warisan Orang Tuanya Hanyut Diterjang Banjir Sungai Cimerang
Tak ada waktu untuk berpikir panjang. Agus berusaha menyelamatkan diri dengan naik ke atas rumah. Namun derasnya arus membuatnya terperangkap. “Lalu saya naik ke atas rumah. Ga bisa keluar dari atas rumah. Lalu saya minta tolong minta tolong, tapi kan nggak ada orang satupun di sini, nggak pada tahu gitu,” ujarnya.
Di tengah kepungan air, Agus melihat satu-satunya harapan: pohon kelapa yang berdiri tak jauh dari rumah. Ia memanjatnya demi bertahan hidup. Ketika ditanya apakah sempat memanjat pohon kelapa, Agus menjawab singkat, “Iya.”
Namun, bergantung pada batang kelapa bukan berarti aman. Pohon itu terus bergoyang diterjang arus banjir bandang Sungai Cimerang. Ketakutan berubah menjadi keputusasaan. “Saya tuh waktu turun, pohon kan goyang terus. Takut saya,” katanya. Dalam kondisi genting, Agus mengambil keputusan berani. “Sudah itu saya loncat lagi ke bawah. Berenang,” ucapnya.
Tubuhnya kemudian terseret arus. Antara sadar dan tidak, Agus pasrah pada keadaan. “Dari itu saya lah, seolah-olah putus asa. Dari situ kalau mau hidup ya hidup, kalau nggak apa-apa,” katanya lirih. Di tengah kepasrahan itu, ia tetap menyebut syukur. “Alhamdulillah kalau mau hidup nggak apa-apa,” lanjutnya.
Agus tak lagi mengingat bagaimana tubuhnya terbawa air. “Langsung saya mengikuti arah air sana. Ya mungkin sudah ada di sana, saya nggak sadar. Nggak sadar langsung ke pinggir sawah mungkin gitu,” tuturnya. Ia baru tersadar setelah berada di tempat yang lebih aman. “Iya. Ditolong sama warga mungkin itu. Sudah ada di rumah ya lah. Udah nggak ingat lagi apa-apa,” katanya.
Baca Juga: Wajah Sukabumi Paling Hits 2025
Beruntung, saat musibah terjadi Agus sedang berada di rumah seorang diri. Istri dan anak-anaknya tengah berada di luar, sehingga mereka terhindar dari bahaya. Di tengah kepungan banjir, Agus harus berjuang sendirian melawan rasa mencekam saat menyaksikan amukan Sungai Cimerang perlahan menghancurkan tempat tinggalnya.
Rumah Agus yang berada tepat di depan Sungai Cimerang menjadi titik paling rawan saat banjir bandang datang. Ketika air masuk ke rumah, ketinggiannya sudah mengancam. “Segini, di dalam rumah,” ujarnya, menggambarkan kondisi saat itu. Di luar rumah, arus bahkan lebih tinggi. “Kalau dari sini sudah besar, sudah lebih tinggi,” katanya.
Selain nyaris kehilangan nyawa, Agus juga kehilangan harta benda. Domba-domba peliharaannya ikut terseret banjir. “Iya, domba ya kalau itu barang-barang semua memang itu udah nggak ada lah semua,” ucapnya. Dari sembilan ekor domba yang dimilikinya, hampir semuanya hanyut. “Sembilan, tapi udah dapet dua” katanya.
Baca Juga: Waspada 90S! Bibit Siklon Tropis di Barat Daya Lampung, Bergerak Menuju Jawa
Kandang domba pun tak luput dari terjangan air. “Iya semua terbawa air,” katanya. Bahkan dalam kondisi berbahaya, Agus sempat berusaha menyelamatkan ternaknya. “Itu juga saya yang ngikutin kambing udah ke sana langsung dikejar sambil berenang,” tuturnya.
Sore itu, Sungai Cimerang menunjukkan wajah paling buasnya. Ia merenggut harta, merobohkan kandang, dan hampir merampas nyawa. Agus Sukandi selamat, namun pengalaman itu akan selalu tinggal sebagai luka sekaligus pengingat: di hadapan alam yang murka, manusia hanya bisa bertahan, berharap, dan bersyukur ketika masih diberi kesempatan hidup.
Editor : Ikbal Juliansyah