Sukabumi Update

Kadisdik Kabupaten Sukabumi Buka-bukaan Soal Kelas Rusak hingga Anggaran Pendidikan

SUKABUMIUPDATE.com - Kerusakan ruang kelas di Kabupaten Sukabumi masih menjadi persoalan hingga kini. Seperti SDN Gudang di Desa Balekambang, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi yang kondisinya memprihatinkan. Siswa SDN Gudang harus belajar bergantian karena ruang kelasnya sudah tak layak pakai.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Sukabumi, Maman Abdurrahman angkat bicara soal persoalan tersebut. Tak hanya mengenai kelas rusak tapi tata kelola pendidikan di Kabupaten Sukabumi. Mulai dari tata kelola anggaran, kepegawaian, hingga peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan.

Simak wawancara Kadisdik dengan wartawan sukabumiupdate.com, Herlan Heryadie

Berapa persen sih alokasi APBD Kabupaten Sukabumi untuk sektor pendidikan?

Saya kira kalau anggaran di APBD Kabupaten Sukabumi, pemerintah daerah cukup perhatian. Kita dapat anggaran kurang lebih 48 persen dari APBD. Itu sudah termasuk gaji.

Digunakan untuk apa saja anggaran tersebut?

Paling besar anggaran digunakan untuk gaji. Memang kebanyakan di gaji pegawai, karena sebagaimana kita ketahui, ASN di Kabupaten Sukabumi ini cukup banyak. ASN yang paling banyak itu adalah guru. Sehingga anggaran paling banyak untuk gaji. Persentasenya di angka 70 banding 30. Bahkan kalau kita menghitung yang 30 persen itu dibantu dengan dana transfer daerah, seperti tunjangan profesi atau yang sering kita sebut sertifikasi. Kemudian bantuan lain dalam bentuk bantuan DAK non fisik.

Apakah ada standarisasi khusus untuk pengalokasian anggaran?

Sebetulnya ada delapan standar nasional pendidikan. Diantaranya standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan pendidikan, serta standar penilaian pendidikan. Yang paling mendapat sorotan sekarang adalah standar sarana dan prasarana.

Memang ini masih menjadi salah satu kendala, Kenapa menjadi kendala?

Dari tahun 2008 itu kita dihadapkan dengan banyaknya ruang kelas yang rusak. Ada kurang lebih 4.000 lokal yang rusak. Namun, di tahun 2018 ini tersisa ada 700 lokal atau 700 ruang belajar dalam keadaan memprihatinkan.

Bagaimana cara mengatasi kendala tersebut?

Cukup prihatin memang. Tapi kalau kita jawab satu per satu, saya kira tidak bisa dijawab dengan cepat. Jumlah yang rusak seperti itu, ditambah dengan adanya gempa bumi, akan merubah status dari rusak ringan menjadi rusak berat. Tapi untuk menjawab persoalan yang saya sebutkan tadi, dengan jumlah yang begitu banyak, tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan.

Tahun ini, berapa lokal atau ruang belajar yang diperbaiki?

Setiap tahun kita membangun. Tahun ini saja, dari APBD ada 60 lokal yang kita perbaiki. Kemudian dari Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehab itu ada untuk 214 lokal. Angka yang cukup banyak dibandingkan untuk kabupaten/kota lain. Secara bertahap tentu akan kita selesaikan, akan kita cicil, supaya pada akhirnya nanti semua ruangan belajar yang rusak itu akan bisa diperbaiki.

Apakah DAK dari pemerintah pusat untuk Kabupaten Sukabumi ada setiap tahun, apakah meningkat atau menurun?

Alhamdulillah, kita masih mendapat prioritas, terutama untuk penanganan DAK fisik. Membangun RKB dengan rehab berat. Sekarang di 2018 untuk DAK berat kurang lebih 214 dan RKB 240. Untuk rehab ada peningkatan.

Sampai saat ini masih ada berapa ruang kelas atau ruang belajar yang butuh perhatian, terutama dari segi fisik?

Ruang belajar itu ada sekitar 9.500 yang dinyatakan rusak berat itu di angka 600-an. Sudah ada penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Usia bangunan rata-rata dibangun sejak tahun 1973. Cuma kendalanya sekarang, anggaran yang tersedia, tidak seimbang dengan jumlah lokal yang rusak. Itu yang jadi persoalan sekarang. Di satu sisi, ada kekhawatiran. Di sisi lain, ada keterbatasan anggaran. Kalau anggaran cukup, saya kira salam satu tahun bisa kita selesaikan aja.

Bagaimana mekanisme pengajuan untuk sekolah yang memang butuh bantuan?

Ada dua mekanisme. Yang pertama kita menganut sistem bottom up. Yang kedua ada sistem top down. Kalau bottom up lebih didominasi oleh pengajuan dari sekolah. Ketika sekolah melaporkan, nanti sisanya ada perwakilan kita. Kalau dulu disebutnya UPTD, sekarang Koordinator Layanan Administrasi Pendidikan. Melapor kepada kita melalui surat, maupun melalui koordinator pengawas di lapangan. Kita punya seksi yang menangani sarana dan prasarana yang akan terjun langsung ke lapangan.

Seberapa sering program pelayanan pendidikan dievaluasi?

Kita punya rank. Ketika kita mengajukan usulan DAK, kita juga punya Desk DAK yang setiap tahun kita perbaiki sesuai dengan kondisi existing. Kemudian kita ajukan berdasarkan rangking tentunya. Cuma ketika kita merealisasikan kegiatan tersebut, kadang-kadang ada persoalan di lapangan. Misalnya ketidaktersediaan tanah, atau persoalan lain hingga akhirnya dalam waktu yang cepat harus kita evaluasi. Tapi pada prinsipnya, evaluasi senantiasa kita lakukan. Dan database kita dalam bentuk data pokok pendidikan terus di-update. Setelah kegiatan selesai dilaksanakan, kita lakukan monitoring dan evaluasi. Hasil evaluasi kita jadikan isu-isu strategis untuk kegiatan di tahun berikutnya.

Editor : Ardi Yakub

Tags :
BERITA TERPOPULER
BERITA TERKINI